Rabu, 16 September 2015

Dunia Gaib




Apakah jin Islam itu ada? Sebagian orang mempertanyakan akan hal ini. Pasalnya, yang namanya jin itu pasti jahat. Ia tidak lebih sama seperti setan. Ia merupakan jelmaan dari iblis, yang telah durhaka kepada Allah. Tapi, kenapa ada jin yang beragama Islam, yang berarti jin itu tidak jahat alias baik? Apakah ini fakta ataukah hanya asumsi sebagian orang saja?

Dalam bahasa Arab kuno, istilah jin dikenal dengan kata jiniy, yang dalam bahasa Inggris disebut juga dengan kata genie, yang artinya “yang tersembunyi” atau “yang tertutup” atau “yang tak terlihat”. Karena itulah, jin tidak bisa dilihat oleh manusia karena ia berada di sebuah alam yang tertutup atau tersembunyi dari kita, kecuali oleh orang-orang yang dibuka “mata hatinya” alias orang kasyaf seperti Nabi, wali Allah dan orang-orang pilihan lainnya.

Pada dasarnya, jin memiliki watak yang sangat buruk. Karena itu, ia lebih suka berada di tempat-tempat yang kotor, jorok, dan bau seperti sampah atau tempat-tempat yang sunyi dan senyap seperti padang pasir. Jin juga ada di setiap rumah kita. Abu Bakar bin Ubaid meriwayatkan, “Pada setiap rumah kamu muslimin ada jin Islam yang tinggal di atapnya, setiap kali makanan diletakkan, maka mereka turun dan makan bersama penghuni rumah.”

Ungkapan sahabat Nabi di atas sekaligus menegaskan adanya jin yang beragama Islam. Secara yuridis Islam, apakah dalil ini sudah cukup dijadikan pegangan tentang adanya jin Islam? Tidak cukup memang, tapi Allah pernah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zaariat: 56) Secara tidak langsung, ayat ini menegaskan adanya jin Islam. Sebab seperti manusia, jin juga terkena taklif (beban) untuk beribadah kepada Allah. Jin yang taat kepada Allah inilah yang disebut dengan jin Islam.

Adanya jin yang beragama Islam ini ditegaskan lagi dalam sebuah hadits Nabi riwayat Abdullah bin Mas’ud, "Tidak ada seorang pun di antara kalian yang tidak ditunjuk untuknya jin pendamping (qarin)". Para sahabat bertanya; "Termasuk Anda ya Rasulullah ? "Ya," jawab Nabi, hanya saja aku mendapat pertolongan Allah, sehingga jin pendampingku masuk Islam, dan dia tidak pernah mengajakku kecuali yang baik-baik".

Konon, jin yang mendampingi Nabi bernama Habib al-Huda. Ia beragama Islam dan menurut para ulama sampai sekarang beliau masih hidup dan tinggal di Baqi’. Di Baqi', beliau mempunyai majelis pengajaran tafsir dan hadis-hadis Rasulullah saw yang didatangi oleh jin-jin muslim.


Mengenai adanya jin pendamping ini Allah berfirman, “Dan yang menyertai dia berkata: "Inilah (catatan amalnya) yang tersedia pada sisiku". Allah berfirman: "Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala, yang sangat enggan melakukan kebaikan, melanggar batas lagi ragu-ragu, yang menyembah sembahan yang lain beserta Allah, maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang sangat". Yang menyertai dia berkata (pula): "Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya tetapi dialah yang berada dalam kesesatan yang jauh.” (QS. Qaf: 23-27)


Suatu kali Nabi Saw. berjalan-jalan dengan para sahabat. Di tengah jalan beliau singgah di suatu jin jin. Beliau meminta para sahabat agar menunggunya sebentar, karena beliau hendak bergabung dengan para jin tersebut untuk mengajar mereka beberapa pengetahuan agama. Ketika itu, sahabat hanya melihat kumpulan asap di depannya. Asap itu sebenarnya jin. Sebab, jin bisa merubah dirinya dalam bentuk apapun termasuk asap. Cerita ini sangat masyhur dan bisa dipercaya.


Apa yang bisa kita petik dari kisah di atas, ternyata jin Islam itu memang ada. Jika bukan jin Islam yang diajar oleh Nabi, lantas jin yang beragama apa? Jin kafir tidak akan mungkin bisa menerima pelajaran agama Islam dari Nabi Saw.


Di atas diceritakan bahwa pada diri seseorang terdapat (qarin) yakni jin pendamping. Lantas, pertanyaannya: Apakah jin yang mendampingi orang Islam itu selalu beragama Islam? Jawabannya tidak mesti.. Kadang-kadang jin pendamping seorang muslim itu adalah jin muslim, tetapi ada juga jin kafir, atheis, penyembah berhala, Kristen, Yahudi. Jin pendamping yang non-muslim ini, bertengger di bahu kiri pada orang yang di dampinginya, dan dia adalah pendukung kejahatan. Tetapi pengaruh manusia terhadap jin lebih besar ketimbang pengaruh jin terhadap manusia.


Jin pendamping yang muslim sangat mencintai orang muslim yang di dampinginya. Dia melindungi manusia yang di dampinginya dari berbagai bahaya dan membantunya untuk selalu dekat kepada Allah. Ketika kita lupa shalat kita selalu diingatkannya. Ia tidak pernah meninggalkan kita kecuali kita sedang menggauli istri kita. Ketika suami dan istri sudah masuk kamar dan pintu ditutup, maka jin pendamping yang muslim dengan sekejap sudah berada di Mekkah untuk shalat dan balik lagi ke rumah orang muslim tersebut dalam sekejap.


Lantas, bagaimana dengan jin kafir? Jin yang tidak taat pada perintah Allah disebut dengan jin kafir. Bahkan, jin awalnya adalah makhluk yang sangat jahat dan membangkang perintah Allah alias kafir. Di tengah jalan, lalu ada jin yang taat pada perintah Allah dan rasul-Nya, itulah jin Islam.


Jin kafir tak henti-hentinya selalu mengajak manusia pada kesesatan. Sejak diciptakan Allah, jin jahat (iblis) sudah berjanji akan mencari teman-temannya yang ikut bersamanya ke neraka kelak. Tidak sedikit yang terjebak oleh rayuannya, bahkan jumlahnya jauh lebih besar dari yang taat.


Konon, agar misi untuk menyesatkan umat manusia sukses, raja jin jahat telah mengutus lima anak buahnya ke dunia. Kelima jin jahat itu merupakan anak-anak dari raja jin kafir sendiri, yaitu:


Pertama, jin yang bernama Tsabar. Dia selalu mendatangi orang yang sedang kesusahan atau ditimpa musibah baik kematian isteri, anak ataupun kaum kerabat. Kemudian dia melancarkan bisikannya dan menyatakan permusuhannya kepada Allah. Diucapkannya, melalui mulut orang yang ditimpa musibah itu, keluh-kesah dan caci-maki terhadap ketentuan Allah atas dirinya.


Kedua, namanya ialah Dasim. Jin ini selalu berusaha sekuat tenaga untuk mencerai-beraikan ikatan perkawinan, membuat rasa benci antara satu sama lain di kalangan suami-isteri, sehingga terjadi penceraian.


Ketiga, namanya ialah Al-A'war. Dia dan seluruh penghuni kerajaannya adalah pakar-pakar dalam urusan mempermudah terjadinya perzinaan. Mereka tak henti-henti merayu manusia, terutama pemuda-pemudi yang sedang dimabuk asmara, untuk melakukan perzinaan.


Keempat, namanya ialah Maswath, pakar dalam menciptakan kebohongan-kebohongan besar maupun kecil. Ia dan anak-anak buahnya selalu membuat fitnah-fitnah di antara manusia. Manusia yang terkena rayuannya, akan segera membuat sebuah kebohongan besar atau kecil, yang bisa merusak orang lain.


Kelima, namanya ialah Zalnabur. Jin yang satu ini berkeliaran di pasar-pasar di seluruh penjuru dunia. Merekalah yang menyebabkan pertengkaran, caci-maki, perselisihan dan bunuh-membunuh sesama manusia.


Adanya kelima jin jahat tersebut ditegaskan dalam buku Asy-Syibli tentang sebuah riwayat dari Zaid bin Mujahid yang mengatakan bahwa, "Iblis mempunyai lima anak, yang masing-masing diserahkan urusan-urusan tertentu. Kemudian dia memberi nama masing-masing anaknya: Tsabar, Dasim, Al-A'war, Maswath dan Zalnabur."


Seperti halnya manusia: orang yang baik dan jahat bisa hidup bersama, maka jin pun begitu. Antara jin Islam dan jin kafir bergaul bersama-sama di alam gaib. Mereka makan bersama, bekerja bersama, berniaga bersama, ada yang menikah antara satu sama lain, sama-sama duduk dalam satu kantor, dan sebaginya. Mereka juga satu sama lain saling mempengaruhi, seperti halnya manusia. Jin kafir ada yang terpengaruh oleh jin Islam dan sebaliknya. Jadi, kehidupan jin: baik Islam maupun jin kafir betul-betul seperti kehidupan manusia.


Konon, jin yang tinggal di suatu negara, biasanya ikut bahasa manusia setempat. Kalau di tanah Arab, jin akan menggunakan bahasa Arab; kalau di tanah Melayu, jin pun berbahasa Melayu. Begitu juga kalau jin tersebut berada di negara Cina, maka ia akan berbahasa Cina. Jadi, jika jin sudah menetap di suatu negara tertentu, maka ia tidak akan bisa menggunakan bahasa negara lain. Wallahu ‘alam bil shawab!


Terlepas dari benar tidaknya fakta di atas, ini adalah masalah gaib yang kebenarannya hanya Allah dan Rasul-Nya yang tahu. Kita hanya meraba-raba berdasarkan informasi yang kita dapatkan dari al-Qur’an, al-Hadits dan pengetahuan para ahli agama, terutama mereka yang berkecimpung pada dunia spiritual (tasawuf). Yang jelas, jin itu sangat ada sebab ia adalah salah satu makhluk Allah. Ia seperti manusia, dituntut untuk beribadah kepada Allah. Jin yang taat pada perintah-Nya berarti disebut jin Islam, sedang jin yang membangkang-Nya disebut jin kafir. Semoga Allah memberikan petunjuk pada kita melalui qarin (jin pendamping) yang selalu mendampingi kita setiap saat. Amien!

Label: Alam Gaib, Hidayah

Tuhan berada di mana? Jika kita tanyakan pada seorang anak kecil, ia akan menjawab: Tuhan ada di langit, sambil menunjukkan telunjuknya ke atas. Menurut mayoritas ulama, jawaban seorang anak kecil ini ternyata benar. Tuhan memang ada di atas (langit) yaitu di ‘arsy –hal ini sekaligus membantah pendapat yang mengatakan Tuhan berada di mana-mana.

Sebenarnya, Tuhan berada di atas, di luar lingkaran langit yang kita kenal yaitu langit pertama sampai langit ketujuh. Sebab, ‘arsy merupakan makhluk Tuhan yang paling besar (QS. An-Nahl: 26) dan paling tinggi, melampaui surga firdaus dan sidratul muntaha yang pernah dijamah oleh
Nabi Muhammad Saw. saat isra mikraj. Nabi Saw. bersabda, "Kalau kalian meminta surga kepada Allah, maka mintalah Firdaus, karena sesungguhnya dia adalah surga yang paling tinggi dan paling tengah, dan atapnya adalah ‘Arsy Allah Yang Rahman."(HR. Bukhari)

Menurut Ibnu Mas’ud, “Antara langit yang paling bawah dengan langit berikutnya jaraknya 500 tahun, dan di antara setiap langit jaraknya 500 tahun; antara langit yang ketujuh dengan kursi jaraknya 500 tahun; dan antara kursi dan samudra air jaraknya 500 tahun; sedang ‘arsy berada di atas samudra air itu; dan Allah berada di atas ‘arsy tersebut, tidak tersembunyi bagi Allah sesuatu apapun dari perbuatan kamu sekalian.”

Ini menunjukkan betapa besar dan tingginya ‘arsy itu. Dari ‘arsy inilah Tuhan mengatur seluruh kehidupan makhluk-Nya, “Kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan.” (QS. Yunus [10]: 3). Tetapi, kenapa Tuhan harus butuh tempat? Bukankah Tuhan itu Dzat yang tak teraba, sedang tempat berarti sesuatu yang fisicly (terlihat)? Begitu istimewakah ‘arsy, sehingga Tuhan harus berada di sana untuk mengatur seluruh roda kehidupan makhluk-Nya?

‘Arsy adalah bentuk mashdar dari kata kerja ‘arasya – ya‘risyu – ‘arsyan yang berarti “bangunan”, “singgasana”, “istana” atau “tahta”. Di dalam al-Qur’an, kata ‘arsy dan kata yang seasal dengan itu disebut 33 kali.

Ulama berbeda pendapat tentang hakekat ‘arsy. Rasyid Ridha dalam Tafsir al-Manar menjelaskan bahwa ‘arsy merupakan ”pusat pengendalian segala persoalan makhluk-Nya di alam semesta”. Penjelasan Rasyid Ridha itu antara lain didasarkan pada QS. Yunus (10): 3, “Kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan.”

Jalaluddin as-Suyuthi (pengarang tafsir Ad-Durr al-Mantsur fi Tafsir bi al-Ma’tsur) menjelaskan, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Wahhab ibnu Munabbih bahwa Allah Swt. menciptakan ‘arsy dan kursi (kedudukan) dari cahaya-Nya. ‘Arsy itu melekat pada kursi. Para malaikat berada di tengah-tengah kursi tersebut.

‘Arsy dikelilingi oleh empat buah sungai, yaitu: 1) sungai yang berisi cahaya yang berkilauan; 2) sungai yang bermuatan salju putih berkilauan; 3) sungai yang penuh dengan air; dan 4) sungai yang berisi api yang menyala kemerahan. Para malaikat berdiri di setiap sungai tersebut sambil bertasbih kepada Allah Swt. Di ‘arsy juga terdapat lisan (bahasa) sebanyak bahasa makhluk di alam semesta. Setiap lisan bertasbih kepada Allah Swt. berdasarkan bahasa masing-masing.

Sedangkan Abu asy-Syaikh berpendapat bahwa ‘arsy itu diciptakan dari permata zamrud hijau, sedangkan tiang-tiang penopangnya dibuat dari permata yakut merah. Di ‘arsy terdapat ribuan lisan (bahasa), sementara di bumi Allah menciptakan ribuan umat. Setiap umat bertasbih kepada Allah dengan bahasa ‘arsy. Pendapat ini berdasarkan hadis Rasulullah Saw. yang diterima Abu asy-Syaikh dari Hammad.

Lebih lanjut tentang asal-usul penciptaan ‘arsy, Abu asy-Syaikh juga meriwayatkan hadis dari asy-Sya‘bi yang menerangkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “’Arsy itu terbuat dari batu permata yakut merah. Kemudian, satu malaikat memandang kepada ‘arsy dengan segala keagungan yang dimilikinya”. Lalu, Allah Swt. berfirman kepada malaikat tersebut,

“Sesungguhnya Aku telah menjadikan engkau memiliki kekuatan yang sebanding dengan kekuatan 7.000 malaikat. Malaikat itu dianugerahi 70.000 sayap. Kemudian, Allah menyuruh malaikat itu terbang. Malaikat itu pun terbang dengan kekuatan dan sayap yang diberikan Allah ke arah mana saja yang dikehendaki Allah. Sesudah itu, malaikat tersebut berhenti dan memandang ke arah ‘arsy. Akan tetapi, ia merasakan seolah-olah ia tidak beranjak sedikitpun dari tempatnya terbang semula. Hal ini memperlihatkan betapa besar dan luasnya ‘arsy Allah itu.”

Gambaran fisik ‘arsy merupakan hal yang gaib, yang tak seorang pun mampu mengetahuinya, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Abbas di dalam riwayat Ibnu Abi Hatim. Ibnu Abbas berkata, “Tidak akan ada yang mampu mengetahui berapa besar ukuran ‘arsy, kecuali penciptanya semata-mata. Langit yang luas ini jika dibandingkan dengan luas ‘arsy sama dengan perbandingan di antara luas sebuah kubah dan luas padang sahara.”

Meski ‘arsy tidak bisa diukur, tapi ia tetap berbatas dan ada garis akhirnya. Sebab, ia juga merupakan makhluk Allah. Bagaimana kita bisa tahu kalau bumi ini berbatas dan ada garis akhirnya? Karena kita bisa melihatnya dari luar bumi yaitu ketika kita berada di langit.

Begitupun, kita akan bisa mengukur batas akhir langit jika kita bisa keluar dari lingkaran langit. Tapi, kita pasti tidak akan mampu melakukannya. Karena Nabi Saw. sendiri saat isra mikraj masih berada dalam lingkaran langit. Apalagi, kita mengetahui ukuran ‘arsy. Tapi, kita yakin bahwa ‘arsy pun berbatas seperti halnya bumi dan langit.

Di dalam perbincangan ulama kalam (teolog Islam) persoalan ‘arsy merupakan topik yang kontroversial. Para ulama tersebut memperdebatkan apakah ‘arsy itu sesuatu yang bersifat nonfisik atau fisik. Dalam hal ini terdapat tiga pendapat;

Pertama, golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa kata ‘arsy di dalam al-Quran harus dipahami sebagai makna metaforis (majazi). Jika dikatakan Tuhan bersemayam di ‘arsy, maka arti ‘arsy di sini adalah kemahakuasaan Tuhan. Tuhan merupakan zat yang nonfisik, karenanya mustahil Dia berada pada tempat yang bersifat fisik.

Kedua, golongan Mujassimah atau golongan yang berpaham antropomorfisme. Pendapat golongan ini bertolak belakang dengan pendapat pertama. Menurut mereka, kata ‘arsy harus dipahami sebagaimana adanya. Karena itu, mereka mengartikan ‘arsy sebagai sesuatu yang yang bersifat fisik atau material.

Ketiga, pendapat yang menyatakan bahwa ‘arsy dalam arti tahta atau singgasana harus diyakini keberadaannya, karena al-Quran sendiri mengartikan demikian. Akan tetapi, bagaimana wujud tahta atau singgasana Tuhan itu hanya Dia sendiri yang tahu. Akal manusia memiliki keterbatasan untuk mengetahuinya. Pendapat ini diyakini oleh golongan Asy‘ariyah.

Terlepas dari berbagai pendapat mengenai hakekat ‘arsy, yang jelas, makhluk Tuhan yang satu ini merupakan tempat Tuhan untuk mengatur segala kehidupan yang ada di bumi dan langit. Allah mengontrol segala hajat manusia di bumi dan planet di langit dari ‘arsy ini. Allah memerintahkan malaikat untuk menemui Muhammad dan sebagainya dari ‘arsy ini. Sebab, ‘arsy merupakan tempat Tuhan. Tuhan adalah Raja dari segala raja. Seperti halnya raja, maka istana kerajaan Tuhan adalah ‘arsy itu.

Tetapi, bersemayamnya Tuhan janganlah disamakan dengan bersemayamnya manusia. Inilah persoalan pelik tentang Tuhan bersemayam di atas ‘arsy yang tidak diketahui oleh manusia. Yang jelas, menurut Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid, “Wajib diketahui bahwa sesungguhnya Dia Yang Maha Tinggi dengan kesempurnaan ketinggian-Nya dan kesempurnaan keagungan-Nya tidak memungkinkan untuk menetap di sesuatupun dari makhluk-Nya. Maka tidak boleh dikatakan bahwa Allah berada di surga, tetapi Dia di atas ‘arsy yang merupakan atap Firdaus, sedangkan Firdaus adalah surga yang paling tinggi.”

Menurut Ustadz Abu Bakr Anas Burhanuddin, Tuhan berada di ‘arsy tidak berarti bahwa Allah membutuhkannya, tapi justru ‘arsy yang membutuhkan Allah seperti makhluk-makhluk yang lain. Dengan hikmah-Nya, Allah menciptakan ‘arsy untuk bersemayam di atasnya. Allah Maha Kaya, yang tidak membutuhkan apapun.”

Maha Suci Allah!

Epholic
Label: Alam Gaib, Hidayah

Dunia metafisika Islam kembali dikejutkan. Kali ini berita datang dari negeri adikuasa yaitu Siberia, Rusia. Seorang geolog Rusia yang bernama Dr. Azzacove mengaku telah mendengar suara jeritan dari alam kubur saat melakukan penggalian tanah pada kedalaman beberapa meter yang diduganya sebagai pekik kesakitan orang yang sedang disiksa oleh Malaikat Munkar-Nakir. Hasil penemuannya itu direkam dan disebarkan hampir ke seluruh dunia. Sejak peristiwa itu, ia sendiri dan kawan-kawannya mengaku bertaubat dan menyadari ada alam lain yang selama ini diingkarinya.

Berikut pengakuan Dr. Azzarov;

“Penemuan terakhir ini adalah penemuan yang sangat mengejutkan pendengaran kami, dengan penemuan ini banyak dari peneliti kami yang berhenti dari pekerjaan ini karena ketakutan.

“Pada awalnya kami hanya hendak mendengarkan pergerakan bumi dengan interval tertentu dan mendengarkan Super Sensitive Microphone yang masuk ke dalam bilik-bilik atau lubang-lubang bumi dan reruntuhan galian.

“Pada awalnya kami menyangka apa yang kami dapat itu adalah gesekan dari alat-alat kami pada dinding-dinding perut bumi, tetapi suara ini menghancurkan seluruh logika kami.

“Setelah beberapa penyesuaian kami mendapat kesimpulan bahwa suara ini berasal dari interior bumi, jadi seakan-akan di dalam perut bumi ini ada ruang lain yang berbeda dari tempat yang kami gali, dan dari ruangan tersebutlah kami tidak mempercayai apa yang kami dengar.

“Kami mendengar dari ruang bumi yang lain itu ada suara manusia berteriak keras dalam kesakitan. Walaupun satu suara didengar, kami dapat mendengar ribuan bahkan jutaan latar belakang suara manusia yang sedang dalam kesakitan akibat penyiksaan.

“Setelah penemuan yang sangat menakjubkan ini, setengah dari peneliti kami berhenti karena takut. Yang sangat mengejutkan lagi, bagi orang Soviet itu adalah setelah suara tersebut direkam, pada malam yang sama, keluarlah semacam gas atau kabut yang terang dari lokasi penggalian gas.

“Gas atau kabut tersebut keluar dengan membentuk pilar-pilar dan tulisan yang membentuk seperti sayap kelawar (seperti lafaz ALLAH, wallahu a'lam), lalu menampakkan dengan sendirinya dengan bahasa Rusia yang artinya AKU TELAH MENAKLUKKAN atau AKU TELAH MENUNDUKKAN.

“Tulisan itu terlihat di awan di Siberia yang gelap. Kejadian itu sangat tidak masuk akal orang-orang Soviet karena sedang akan diteror. Beberapa saat setelah itu datanglah ambulan ke kumpulan orang-orang tersebut dan memberikan obat yang dapat menghilangkan memori dengan singkat.

“Biarpun saya tidak percaya adanya syurga dan Injil, tetapi sebagai ilmuwan sekarang saya percaya adanya NERAKA. Ia sangat sukar diungkapkan dengan kata-kata, apa yang kami temukan, apa yang kami lihat dan apa yang kami dengar. Dan sekarang kami yakin bahwa kami melanjutkan kerja menggali lagi, maka kami akan dekat sekali dengan PINTU NERAKA.”

Lalu Dr. Azzacove meneruskan penjelasannya;

"Mesin penggali tiba-tiba berputar dengan sangat cepat ketika kami mencapai salah satu kulit bumi, suhunya menunjukkan hingga 2000 derajat Fahrenhait, lalu kami mendekatkan mikrofon itu di sana untuk mendengarkan pergerakan bumi, tetapi yang terdengar adalah suara manusia, bahkan teriakan manusia dalam kesakitan.

“Pertama kami mengira suara itu adalah suara mesin. Tetapi setelah melakukan kajian ulang atas suara itu, suara yang terdengar adalah suara manusia bukan hanya satu orang, mungkin jutaan manusia yang sedang dalam siksaan dan kesakitan.

“Apakah anda tahu kenapa Jacques Costeau, seorang penjelajah dalam air berhenti beberapa saat sebelum dia mati? Dia berhenti karena dia juga pernah mendengar suara jeritan manusia di dalam air ketika ia sedang menjelajah di dalam air. Dan dalam kesempatan lain juga salah satu anak buahnya menemukan hal yang sama ketika ia sedang melakukan penjelajahan di sekitar SEGITIGA BERMUDA.

“Setelah ia sembuh dari kejutan yang kritikal, kemudian ia menceritakan bahwa ia mendengar jeritan manusia yang banyak yang sedang disiksa di dalam perut bumi.”

Demikian pengakuan geolog Rusia yang mencengangkan dunia metafisika Islam. Bisakah kita mempercayai rekaman dan pengakuannya? Jika bisa, ini berarti sama saja menghancurkan keyakinan kita selama ini bahwa manusia dan jin tidak bisa mendengar siksa kubur? Lantas, apakah perlu kita melakukan kaji ulang atas teks-teks hadits yang mendemonstrasikan bahwa hanya binatang yang bisa mendengar siksa kubur? Tentu kita punya persepsi masing-masing soal ini.

Rasulullah Saw. bersabda, “Jika seseorang dapat mendengar apa yang didengar oleh binatang (adzab kubur), maka mereka akan histeris.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari bunyi hadits di atas tampak bahwa manusia (bahkan jin) tidak bisa mendengar siksa kubur kecuali binatang. Sebab, jika manusia dan jin bisa mendengar siksa kubur, mereka pasti akan menjerit histeris karena ketakutan. Dan tak mustahil, banyak di antara mereka yang segera bertaubat dan menjadi hamba yang beriman. Jika sudah begini, keberagamaan kita di dunia tak begitu sulit. Artinya, untuk menjadi orang yang bertaubat itu sangatlah gampang. Kita tinggal pergi ke kuburan lalu mendengar orang yang sedang disiksa, seketika kita dipastikan bisa insyaf alias bertaubat.

Di dalam Sahih Ibnu Hibban dari Ummi Mubasysyir katanya, “Sekali peristiwa Rasulullah mendatangiku seraya berkata, “Berlindunglah diri kamu kepada Allah dari siksa kubur! Maka kataku: “Wahai Rasulullah! Apakah di dalam kubur itu ada siksa?” Jawab Rasulullah,
“Sesungguhnya mereka itu akan disiksa di dalam kubur mereka suatu siksa yang hanya semua binatang saja yang dapat mendengarnya.”

Setengah ahli ilmu pengetahuan berkata, “Lantaran adanya siksa kubur itu, maka setengah-setengah orang telah membawa binatang-binatang mereka yang telah sakit perut ke kubur kaum Yahudi dan Kaum Nasrani, juga ke kubur-kubur kaum Munafiqin dari suku kaum Ismaaliah, Nusairiyah dan Kamaratih dari suku Bani Ubaid dan lain-lain lagi yang menduduki bumi Mesir dan Syam.”

Suatu hari Abdul Hakam bin Barkhan berkisah bahwa ada sekelompok manusia usai menguburkan mayat di timur Asybiliyah duduk bersantai dan ngobrol. Tak jauh dari mereka ada seekor binatang. Tiba-tiba binatang itu mendatangi kuburan tersebut dengan cepat sekali, lalu meletakkan telinganya di atasnya seolah-olah ia ingin mendengar sesuatu. Hanya sebentar ia di situ lalu berlari meninggalkan kuburan tersebut.

Kemudian ia datang lagi meletakkan telinganya di atas kubur tersebut. Tapi tak berapa lama ia lari lagi meninggalkan kuburan tersebut. Binatang itu melakukannya berkali-kali: datang dan pergi, hingga membuatnya tenang kembali.

Seketika itu juga Abdul Hakam langsung teringat dengan sabda Nabi, “Yang ahli kubur itu disiksa dengan siksaan yang hanya binatang saja yang dapat mendengarnya.”

Itu artinya apa? Bahwa siksa kubur itu hanya bisa didengar oleh binatang. Jika manusia bisa, kenapa sekelompok manusia yang dekat dengan kuburan tersebut tidak bisa mendengarnya.
Dalam hadits sendiri tidak dijelaskan apakah Nabi termasuk orang yang tidak bisa mendengar siksa kubur? Dalam hadits hanya diterangkan bahwa Nabi mengetahui kalau kuburan si A dan si B sedang disiksa atau tidak. Tapi, pengetahuan semacam ini dikarenakan Nabi mendengar langsung siksaan tersebut ataukah karena wahyu dari Allah, tidak dijelaskan di dalam hadits.

Di dalam kitab Mukhtashar Tadzkiratul Qurtubi dijelaskan bahwa manusia yang masih hidup tidak dapat mendengar siksaan di dalam kubur. Akan tetapi siksaan di dalam kubur itu dapat didengar oleh binatang/hewan.

Hannad bin As-Sariy di dalam kitab Zuhud telah berbicara kepada Waki’ dari al-Hamasy dari Syaqiq dari Siti Aisyah berkata, “Telah datang kepadaku seorang perempuan Yahudi dan memberitahuku tentang siksaan kubur, tetapi aku telah mendustakannya.

“Kemudian datang kepadaku Rasulullah Saw. maka aku pun memberitahu tentang berita kedatangan seorang perempuan tua Yahudi itu yang menceritakan tentang adanya siksa kubur, lalu beliau berkata, “Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya mereka itu disiksa di dalam kubur-kubur mereka, sehingga didengarkan suara-suara mereka itu oleh semua binatang.”

Berdasarkan keterangan di atas, pembaca bisa menduga sendiri apakah cerita Dr. Azzacova itu merupakan kebenaran atau kebohongan. Menurut saya, persentase kebenaran cerita itu sedikit sekali. Andai pun cerita itu benar, ini merupakan kejadian luar biasa yang terjadi pada seorang manusia. Bagi Allah, ini sangatlah tidak sulit untuk dilakukan. Artinya, meski hadits menjelaskan bahwa manusia tidak bisa mendengar siksa kubur, tetapi jika Allah sudah berkehendak maka segala yang mustahil itu bisa menjadi mungkin.

Sebagai hamba yang beriman, kita hanya diharuskan untuk meyakini adanya siksa kubur.
Terlepas dari apakah cerita doktor tersebut benar atau salah, yang jelas bahwa siksa kubur itu pasti sangat menyakitkan. Kita semua pasti akan mengalaminya, jika benar-benar tidak taat kepada Allah. Karena itu, pergunakanlah waktu di dunia ini sebaik-baiknya untuk beribadah dan beramal saleh agar kita tidak termasuk orang-orang yang mendapat siksa dari Allah. Amien. (Eep Khunaefi)
Label: Alam Gaib, Hidayah
Tanda-tanda kebesaran Allah pada makhluk-Nya itu sangat banyak. Salah satunya angka asma al-husna pada telapak tangan kita (81 di kiri dan 18 di kanan). Kita juga mungkin pernah melihat lafadz Allah pada binatang atau pernah mendengar sebuah pohon di suatu negara yang membentuk kalimat laailaahaillallah. Semua ini tidak lain ditujukan kepada kita agar selalu ingat kepada Allah.

Begitu juga salah satu keagungan Allah terlukis pada sayap malaikat. Menurut suatu hadits, pada sayap malaikat terdapat surat al-Ikhlas. Keterangan ini terdapat dalam riwayat Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Ketika melakukan isra ke langit, saya telah melihat Arasy di atas 360.000 sendi di mana jarak tempuh antara satu sendi ke sendi lainnya ialah 300.000 tahun perjalanan. Pada tiap-tiap sendi itu terdapat padang sahara sebanyak 12.000 dan luasnya setiap satu padang sahara itu seluas dari timur hingga ke barat. Pada setiap padang sahara itu terdapat 80.000 malaikat di mana semuanya membaca surah al-Ikhlas.”

Setelah itu Nabi bersabda lagi, “Setelah selesai membaca surat tersebut mereka berkata: Wahai Tuhan kami,sesungguhnya pahala dari bacaan kami ini kami berikan kepada orang yang membaca surat al-Ikhlas baik ia laki-laki maupun perempuan.”

Ketika para sahabat mendengar keterangan Nabi yang demikian itu, mereka dibuat berdecak kagum. Lalu Nabi bersabda lagi, “Wahai para sahabatku, apakah kamu semua kagum?” Para sahabat menjawab: “Ya, kami sungguh kagum ya Rasulullah Saw.”

Rasulullah Saw. bersabda, “Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, sesungguhnya Qul Huwallahu Ahad itu tertulis di sayap malaikat Jibril a.s, Allahush Shamad itu tertulis di sayap malaikat Mikail a.s, Lam Yalid Walam Yuulad tertulis pada sayap malaikat Izrail a.s, Walam Yakullahu Kufuwan Ahad tertulis pada sayap malaikat Israfil a.s. Oleh karena itu, barang siapa dari umatku membaca surat al-Ikhlas maka dia diberi pahala membaca kitab Taurat, Injil, Zabur dan al-Qur’an yang agung.”

Setelah Rasulullah Saw. berkata demikian baginda bersabda lagi, “Wahai sahabatku, apakah kamu semua kagum?” Maka para sahabat menjawab, “Ya Rasulullah Saw., kami semua kagum.”

Lalu Rasulullah Saw. bersabda, “Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh Qul Huwallahu Ahad itu tertulis di dahi Abu Bakar Ash-Shidiq, Allahush Shamad itu tertulis di dahi Umar al-Faaruq, Lam Yalid Walam Yuulad itu tertulis di dahi Utsman Dzn Nuurain dan Walam Yakun Lahu Kufuwan Ahad itu tertulis di dahi Ali Assakhiyyi ra. Oleh karena itu, siapa yang membaca surat al-Ikhlas maka ia diberi oleh Allah pahala Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali.” (Keterangan ini terdapat dalam kitab Hayatun Quluubi)

Demikian agungnya posisi surat al-Ikhlas di antara surat-surat lainnya, hingga ia sampai terlukis di sayap para malaikat. Saking agung dan besarnya manfaat surat ini, Nabi sampai pernah bersabda, “Barangsiapa membaca surat al-Ikhlas sewaktu sakit sehingga dia meninggal dunia, maka dia tidak akan membusuk di dalam kuburnya, akan selamat dia dari kesempitan kuburnya dan para malaikat akan membawanya dengan sayap mereka melintasi titian siratul mustaqim lalu menuju ke surga.” (Seperti diterangkan dalam Tadzikaratul Qurthuby).

Ada suatu kisah yang menggambarkan keagungan surat al-Ikhlas. Kisah ini terekam dalam hadits. Suatu kali Nabi memberikan sebuah teka-teki kepada para sahabatnya: Siapakah di antara kamu yang dapat mengkhatam Qur'an dalam jangka waktu dua-tiga menit? Tidak ada seorang sahabat pun yang bisa menjawabnya. Umar lalu berkata bahwa mustahil bisa mengkhatam al-Qur'an dalam waktu begitu cepat. Tetapi Ali kemudian mengangkat tangannya. Melihat hal ini, Umar langsung berkata bahwa Ali (yang sedang kecil pada waktu itu) tidak tahu apa yang dikatakannya itu. Lantas Ali membaca surat al-Ikhlas tiga kali. Rasulullah SAW menjawab dengan mengatakan bahwa Ali betul.

Menurut Nabi, membaca surah al-Ikhlas satu kali pahalanya sama dengan membaca 10 juz kitab al-Qur’an. Lalu dengan membaca surat al-Ikhlas sebanyak tiga kali, maka khatamlah al-Qur’an karena hal itu sama dengan membaca 30 juz al-Qur’an.

Ini menunjukkan bahwa surat al-Ikhlas itu memiliki kelebihan dibandingkan surat-surat lainnya. Karena itu, kita sering mengucapkannya pada saat zikir, tahlil, shalat, keadaan takut dan sebagainya. Karena itu pula, Allah mengukirnya pada sayap malaikat.

Kelebihan surat al-Ikhlas juga terlihat dari kisah berikut ini. Anas bin Malik meriwayatkan bahwa sewaktu ia bersama-sama Rasulullah Saw. di Tabuk, pernah suatu ketika cahaya matahari terbit dengan redup, tidak seperti pada hari-hari sebelumnya. Malaikat Jibril lalu datang. Kepada malaikat, Nabi pun menanyakan tentang hal ini,

“Wahai Jibril, kenapa matahari hari ini terbit dalam keadaan redup? Malaikat Jibril menjawab: Matahari hari ini nampak redup karena terlampau banyak sayap para malaikat. Nabi bertanya kembali, “Apa sebabnya sehingga terjadi demikian?” Jibril menjawab, hal ini dikarenakan Mu’awiyah meninggal dunia di Madinah dan Allah mengutus 70.000 malaikat agar membaca shalawat untuk Mu’awiyah. Nabi bertanya kembali, “Apa sebabnya?” Jibril menjawab ke sekian kalinya, ini dikarenakan Mu’awiyah banyak membaca Qul huwallahu ahad di waktu malam, di waktu siang, sewaktu berjalan, sewaktu berdiri, sewaktu duduk, waktu pergi, waktu pulang, bahkan setiap keadaan.”

Bayangkan, keadaan Mu’awiyah begitu dihormati di mata malaikat karena seringnya ia membaca surat al-Ikhlas saat hidup. Ini sekali lagi menunjukkan betapa agungnya posisi surat ini dalam kehidupan kita. Semakin sering kita membacanya kian besar pula kita mereguk pahala dari Allah SWT.

Hal ini pula yang membuat kenapa surat al-Ikhlas terlukis di sayap malaikat. Kenapa bukan surat yang lain? Toh, sama-sama al-Qur’an. Ini disebabkan surat al-Ikhlas memiliki kemuliaan yang sangat tinggi dibandingkan surat-surat yang lain.

Abu Sa’id al-Khudry berkata, “Ada seorang sahabat Rasul mendengar tetangganya membaca berulang-ulang ayat Qul Huwallahu Ahad. Kemudian keesokan paginya Abu Sa’id al-Khudry menyampaikan kepada Rasulullah perihal yang didengarnya semalam, yakni seakan-akan sahabat ini menganggap ringan kedudukan surat ini. Maka Nabi pun bersabda, “Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya. Sesungguhnya surat al-Ikhlas benar-benar menyamai sepertiga al-Qur’an.” (HR. al-Bukhari Bab Fadhail Qur’an No. 5014).

Hadits di atas sekali lagi menunjukkan betapa agungnya posisi surat al-Ikhlas, sehingga harus terlukis di sayap malaikat. Pertanyaannya kemudian adalah kenapa hanya malaikat Jibril, Mikail, Israil dan Izrafil saja yang sayapnya terlukis dengan surat al-Ikhlas?

Inilah pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Tapi, bila kita melihat sejarah para malaikat, maka kita tahu bahwa keempat malaikat itu memiliki peran sentral dalam kehidupan makhluk Allah. Malaikat Jibril misalnya, ia menyampaikan wahyu Allah kepada Nabi Muhammad Saw. Jibril adalah pemimpin para malaikat. Ia juga menjadi tempat keluh kesah Nabi saat dirinya sedang dalam kebingungan dan sebagainya.

Lalu malaikat Mikail, yang bertugas mengatur cuaca hujan, kemarau, rejeki, dan sebagainya. Sedang malaikat Israil bertugas meniup sangkakala dan malaikat Izrail yang mencabut seluruh makhluk yang bernyawa. Bukan berarti, tugas malaikat-malaikat yang lain tidak terlalu sentral dalam kehidupan manusia. Tetapi, dengan diukirnya surat al-Ikhlas pada keempat malaikat di atas, setidaknya menunjukkan akan sentralnya peran mereka dalam kehidupan makhluk Allah, terutama manusia.

Tentu ini hanya dugaan karena merupakan persoalan gaib. Kita tidak penting membanding-bandingkan peran malaikat satu sama lain. Yang penting, tugas kita adalah mempercayai bahwa di sayap-sayap malaikat yang empat itu terlukis surat al-Ikhlas, yang berarti mengindikasikan pentingnya surat ini untuk selalu kita baca setiap saat. Karena itu, perbanyaklah kita membaca al-Qur’an terutama surat al-Ikhlas. Amien!
Eep Khunaefi/dimuat di Hidayah edisi 86

Label: Alam Gaib, Hidayah


"Sakitnya sakaratul maut itu, kira-kira tiga ratus kali sakitnya dipukul pedang".
(H.R. Ibnu Abu Dunya).

Kematian itu sangat menyakitkan, apalagi bagi orang yang tidak beriman. Orang seperti Nabi saja merasakan sakit saat nyawanya dicabut oleh Malaikat Izrail. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini!” ujar Nabi penuh lirih kepada Jibril yang ada di sampingnya.

Melihat nyawa ayahnya dicabut, mata Fatimah terpejam. Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.

Kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat sekali maut ini. Timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku." Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku" (peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu).

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii?" ("Umatku, umatku, umatku"). Dan pergilah Rasullullah ke haribaan Allah SWT.

Demikian rasa sakit saat nyawa kita dicabut. Jika Nabi saja merasakan sakit saat nyawanya dicabut, apalagi kita sebagai manusia biasa. Terlebih lagi orang kafir, sungguh sangat dahsyat sekali rasa sakitnya. Subhanallah!

Konon, saking sakitnya saat nyawa seseorang dicabut, Nabi sampai memohon kepada malaikat Jibril untuk bertemu Allah dan meminta kepada-Nya agar rasa sakit yang diderita umatnya saat nyawanya dicabut ditimpakan kepadanya. Tetapi Allah tidak mengizinkan permohonan Nabi yang disampaikan melalui malaikat Jibril tersebut. Nabi meminta dua pertiga saja dari rasa sakit umatnya ditimpakan kepadanya, tetap Allah menolaknya. Nabi lalu meminta sepertiga saja, Allah baru mengabulkannya.

Rasa sakit saat nyawa kita dicabut adalah naluriah, seperti kulit kita terkena silet. Siapapun orangnya pasti akan merasakan sakit jika kulitnya tergores oleh silet –begitu juga Nabi karena ia juga manusia biasa kecuali atas izin Allah. Begitulah semua orang merasakan sakit saat nyawanya dicabut. Hanya saja rasa sakit saat silet itu menggores kulit kita bermacam-macam. Jika goresannya tipis, maka sakitnya tidaklah seberapa. Itulah ibarat Nabi saat nyawanya dicabut. Beliau merasakan sakit, tapi sakitnya ringan seperti silet dengan tipis menggores kita.

Tetapi jika silet itu menggores kita terlalu dalam hingga menyentuh daging, tentu rasa sakit yang kita rasakan pun jauh lebih dahsyat. Itulah yang dirasakan oleh orang biasa saat nyawanya dicabut. Apalagi jika orang kafir yang dicabut nyawanya, pasti rasa sakitnya tak terperikan seperti pedang mengoyak-ngoyak tubuh kita. Jadi, rasa sakit saat nyawa kita dicabut pasti dirasakan oleh manusia, tak terkecuali oleh Nabi.

Pengalaman mati suri yang dialami oleh saudari Aslina warga Bengkalis pada 24 Agustus 2006 misalnya, setidaknya bisa dijadikan renungan oleh kita. Saat memberikan kesaksian di depan lebih dari 300 alumni ESQ Pekanbaru ia mengatakan bahwa rasa sakit ketika nyawa dicabut itu seperti sakitnya kulit hewan ditarik dari daging, dikoyak. Bahkan lebih sakit lagi.

''Terasa malaikat mencabut nyawa saya dari kaki kanan saya,'' ujarnya. Di saat itu ia sempat diajarkan oleh pamannya yang ada di sampingnya kalimat thoyibah. ''Saat di ujung napas, saya berzikir,'' ujarnya. ''Sungguh sakitnya, Pak, Bu,'' ulangnya. Jadi, rasa sakit saat nyawa kita dicabut itu benar-benar dahsyat. Karena itu, pergunakanlah waktu hidup kita sebaik mungkin agar rasa sakit saat nyawa kita dicabut berbuah manis di akherat kelak.

Pertanyaannya, dari arah mana Malaikat Izrail mencabut nyawa kita?

Jika kita membaca kisah Aslina di atas tampak bahwa Malaikat Izrail mencabut nyawanya dari arah kaki kanannya setelah itu baru pindah ke bagian-bagian lain. Ada lagi yang berpendapat dari arah rambut kepala (ubun-ubun) atau uratnya.

Dalam al-Qur’an disebutkan, “Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan.” (Al-Waqi’ah: 83). Ini menunjukkan bahwa nyawa seseorang dicabut dari arah bawah dulu yakni kuku kaki lalu merembet ke badan hingga kerongkongan. Setelah itu lewat kepala dan terlepaslah nyawa kita dari raga.

Disebutkan dalam suatu riwayat, ketika ajal seorang mukmin telah dekat, ada empat malaikat yang turun menghampirinya. Satu malaikat mencabut nyawa dari telapak kaki kanannya, satu malaikat mencabut nyawa dari telapak kaki kirinya, satu malaikat mencabut nyawa dari tangan kanannya dan satu malaikat lagi mencabut nyawa dari tangan kirinya. Kemudian nyawanya pun lepas begitu saja ketika mereka mencabutnya dari ujung kepala dan ujung jari-jari.

Malaikat mencabut nyawa seseorang itu tergantung amal perbuatannya. Jika orang yang akan meninggal dunia itu durhaka kepada Allah, maka malaikat Izrail mencabut nywanya secara kasar. Sebaliknya, jika terhadap yang saleh, cara mencabutnya dengan lemah lembut dan hati-hati.

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dan Abu Na’aim dari al-A’masy dari Ibrahim dari Alqamah dari Abdullah bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya nyawa orang yang mukmin itu keluar dengan melompat dan nyawa orang yang kafir itu dicabut dengan keras seperti mencabut nyawa keledai.”

Disebutkan oleh al-Muhasabi dalam kitabnya Ar-Ri’ayat, “Sesungguhnya Allah bertanya kepada Nabi Ibrahim, ‘Wahai kekasih-Ku, bagaimana kamu rasakan kematian? Ibrahim menjawab, ‘Seperti sebatang sujen besi sangat panas yang ditempelkan pada kapas yang basah kemudian ditarik.’ Tetapi, Kami akan membantu meringankan kamu, Ibrahim.”

Diceritakan bahwa ketika roh Nabi Musa sudah sampai kepada Allah, Allah bertanya kepadanya, “Hai Musa, bagaimana kamu dapati kematian?” Musa menjawab, “Aku dapati diriku seperti seekor burung emprit yang dipanggang hidup-hidup di atas alat pemanggang tanpa bisa mati supaya tidak merasakan apa-apa lagi dan juga tidak bisa lepas terbang.” Dalam riwayat lain Musa menjawab, “Aku dapati diriku seperti seekor kambing yang dikuliti hidup-hidup oleh seorang tukang jagal.”

Di dalam kisah Nabi Idris a.s disebutkan bahwa beliau adalah seorang ahli ibadah, kuat mengerjakan shalat sampai puluhan raka'at dalam sehari semalam dan selalu berzikir di dalam kesibukannya sehari-hari. Catatan amal Nabi Idris a.s yang sedemikian banyak, setiap malam naik ke langit.

Hal itulah yang sangat menarik perhatian Malaikat Maut, Izrail. Maka bermohonlah ia kepada Allah Swt agar diperkenankan mengunjungi Nabi Idris a.s. di dunia. Allah Swt, mengabulkan permohonan Malaikat Izrail, maka turunlah ia ke dunia dengan menjelma sebagai seorang lelaki tampan, dan bertamu ke rumah Nabi Idris.

"Assalamu 'alaikum, yaa Nabi Allah". Salam Malaikat Izrail.

"Wa 'alaikum salam wa rahmatullah". Jawab Nabi Idris a.s.

Beliau sama sekali tidak mengetahui, bahwa lelaki yang bertamu ke rumahnya itu adalah Malaikat Izrail. Seperti tamu yang lain, Nabi Idris a.s. melayani Malaikat Izrail, dan ketika tiba saat berbuka puasa, Nabi Idris a.s. mengajaknya makan bersama, namun ditolak oleh Malaikat Izrail.

Selesai berbuka puasa, seperti biasanya, Nabi Idris a.s mengkhususkan waktunya "menghadap" Allah sampai keesokan harinya. Semua itu tidak lepas dari perhatian Malaikat Izrail. Juga ketika Nabi Idris terus-menerus berzikir dalam melakukan kesibukan sehari-harinya, dan hanya berbicara yang baik-baik saja.

Pada suatu hari yang cerah, Nabi Idris a.s mengajak jalan-jalan "tamunya" itu ke sebuah perkebunan di mana pohon-pohonnya sedang berbuah, ranum dan menggiurkan. "Izinkanlah saya memetik buah-buahan ini untuk kita", pinta Malaikat Izrail (menguji Nabi Idris a.s).

"Subhanallah (Maha Suci Allah)," kata Nabi Idris a.s.

"Kenapa ?" Malaikat Izrail pura-pura terkejut.

"Buah-buahan ini bukan milik kita". Ungkap Nabi Idris a.s.

Kemudian beliau berkata: "Semalam Anda menolak makanan yang halal, kini Anda menginginkan makanan yang haram". Malaikat Izrail tidak menjawab. Nabi Idris a.s perhatikan wajah tamunya yang tidak merasa bersalah. Diam-diam beliau penasaran tentang tamu yang belum dikenalnya itu.

"Siapakah Engkau sebenarnya ?" tanya Nabi Idris a.s.

"Aku Malaikat Izrail". Jawab Malaikat Izrail. Nabi Idris a.s terkejut, hampir tak percaya. Seketika tubuhnya bergetar tak berdaya. "Apakah kedatanganmu untuk mencabut nyawaku ?" selidik Nabi Idris a.s serius.

"Tidak." Senyum Malaikat Izrail penuh hormat.

"Atas izin Allah, aku sekedar berziarah kepadamu". Jawab Malaikat Izrail. Nabi Idris manggut-manggut, beberapa lama kemudian beliau hanya terdiam. "Aku punya keinginan kepadamu", tutur Nabi Idris a.s.

"Apa itu? katakanlah!". Jawab Malaikat Izrail.

"Kumohon engkau bersedia mencabut nyawaku sekarang. Lalu mintalah kepada Allah SWT untuk menghidupkanku kembali, agar bertambah rasa takutku kepada-Nya dan meningkatkan amal ibadahku". Pinta Nabi Idris a.s.

"Tanpa seizin Allah, aku tak dapat melakukannya", tolak Malaikat Izrail. Pada saat itu pula Allah SWT memerintahkan Malaikat Izrail agar mengabulkan permintaan Nabi Idris a.s.

Dengan izin Allah Malaikat Izrail segera mencabut nyawa Nabi Idris a.s. sesudah itu beliau wafat. Malaikat Izrail menangis, memohonlah ia kepada Allah SWT agar menghidupkan Nabi Idris a.s. kembali.

Allah mengabulkan permohonannya. Setelah dikabulkan Allah Nabi Idris a.s. hidup kembali.
"Bagaimanakah rasa mati itu, sahabatku ?" tanya Malaikat Izrail.
"Seribu kali lebih sakit dari binatang hidup dikuliti". Jawab Nabi Idris a.s.
"Caraku yang lemah lembut itu, baru kulakukan terhadapmu". Kata Malaikat Izrail.
Jika, rasa sakit yang diderita oleh Nabi Idris saat nyawanya dicabut masih dianggap lembut, apalagi kepada kita. Subhanallah! (Eep Khunaefi/dimuat Hidayah edisi 83/Juli/2008)
Label: Alam Gaib, Hidayah
Senin, 31 Januari 2011



Sejumlah ilmuwan, tentunya non-Muslim, menganggap bahwa Nabi Muhammad itu sesungguhnya tidak ada. Namun bukti berupa teks yang ditulis di atas papirus memberikan bukti sebaliknya.

Sebagaimana dilansir Radio Netherlands, Petra Sijpesteijn pakar bahasa Arab dari Universitas Leiden yang mengkhususkan diri mengkaji teks-teks papirus, menyatakan tidak setuju dengan pendapat para koleganya yang mengatakan Nabi Muhammad tidak pernah ada.

Kelompok yang dijuluki para "revisionis" mengatakan bahwa orang-orang Arab sebenarnya cuma kelompok tak terorganisir yang kebetulan berhasil menguasai setengah dunia. Dan Islam diduga baru diciptakan dua ratus tahun kemudian di Iraq.

Sijpesteijn berkata, "Teks-teks papirus menunjukkan bahwa serangan tentara Arab dilakukan dengan cermat dan terorganisir. Orang Arab melihat diri sendiri sebagai penakluk dengan misi relijius. Mereka ternyata juga punya pandangan relijius - mereka menjalankan dan menjaga elemen-elemen penting Islam yang nantinya juga dimiliki dan diyakini Muslim pada abad-abad selanjutnya."

Ribuan lembar papirus telah ditemukan di bawah timbunan pasir di Mesir dan wilayah Timur Tengah lainnya. Namun seringkali sulit dibaca, selain karena sebagian telah sobek juga ditulis dalam bahasa Arab dengan dialek setempat. "Namun siapa pun yang bisa membacanya, punya akses meneliti kehidupan sehari-hari masyarakat Arab di periode awal islam," kata Sijpesteijn.

Papirus adalah sejenis kertas kuno yang biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya untuk transaksi dagang, korespondensi pribadi, dan semacamnya. Bangsa Mesir dipercaya sebagai orang yang pertama kali membuat dan menggunakan papirus.

Di salah satu lembar papirus yang ditulis sekitar tahun 725 Masehi menyebut kata Muhammad dan Islam.

Lembar-lembar papirus itu juga membuktikan bahwa sejak dulu sudah ada dialog tentang makna menjadi Muslim yang baik, perintah haji dan zakat.

Bagi ilmuwan Belanda itu, sumber sejarah Islam berupa papirus sangatlah penting. "Papirus pada kenyataannya merupakan satu-satunya sumber kontemporer untuk sejarah 200 tahun pertama Islam," kata perempuan yang menerima 1 juta euro dari Lembaga Penelitian Eropa untuk melanjutkan penelitiannya itu. Data-data yang ditemukannya mengkonfirmasi cukup banyak sumber resmi Islam.
Di Sinilah Nabi Ibrahim AS Dahulu Dibakar Raja Namrud

Nabi Ibrahim AS merupakan rasul atau utusan Allah yang diberikan banyak mukjizat. Salah satunya, Ibrahim AS tak mempan dibakar api yang ganas. Bapak monoteisme itu sempat dibakar dalam api yang menyala-nya setelah menghancurkan berhala-berhala yang disembah oleh ayah dan kaumnya.

Namun, Nabi Ibrahim tak takut menghadapi hukuman dari kaumnya itu. Lalu, Allah SWT menyelamatkannya dari panasnya api yang menyala-nyala. "Kami berfirman, 'hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim'." (QS Al-Anbiyaa [21]: 69)

Konon, Nabi Ibrahim AS dibakar di wilayah Urfa, Turki.
Di tempat pembakaran itu, terdapat kolam ikan yang cukup luas. Kolam itu berisi ikan berwarna hitam dove yang seperti ikan gabus. Hanya ada satu jenis ikan dalam kolam itu dengan berbagai ukuran, mulai dari kecil hingga besar.

Masyarakat setempat mengatakan bahwa ikan-ikan yang berada di kawasan pembakaran Nabi Ibrahim itu tidak boleh dimakan. Kolam itu rupanya mengalir ke berbagai selokan di sekitar tempat itu. Selokan yang jernih itu dihiasi dengan sejumlah ikan hitam itu.

Sekitar 100 meter dari tempat pembakaran terdapat tempat kelahiran Nabi Ibrahim. Di samping tempat kelahiran itu telah berdiri dua masjid, yaitu Masjid Maulid Halil yang didirikan pada 1808 M dan Masjid Maulid Halil Baru yang didirikan pada 1980 M.

Dari tempat kelahiran terdapat bukit di belakang masjid. Bukit itu adalah tempat Nabi Ibrahim dilempar dari atas bukit ke tempat pembakaran dengan api yang telah menyala. Di bukit itu terdapat dua tiang besar dan bekas bangunan tua yang sudah runtuh, tetapi dirawat dan dijadikan museum oleh pemerintah setempat.



1. Al Ma’thur
Pedang yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW sebelum menerima wahyu yang pertama di Mekah. Pedang ini diberi oleh ayahanda beliau, dan dibawa waktu hijrah dari Mekah ke Medinah sampai akhirnya diberikan bersama-sama dengan peralatan perang lain kepada Ali bin Abi Thalib.

Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 99 cm. Pegangannya terbuat dari emas dengan bentuk berupa 2 ular dengan berlapiskan emeralds dan pirus. Dekat dengan pegangan itu terdapat Kufic ukiran tulisan Arab berbunyi: ‘Abdallah bin Abd al-Mutalib’


2. Al Adb
Al-’Adb, nama pedang ini, berarti ‘memotong’ atau ‘tajam.’ Pedang ini dikirim ke para sahabat Nabi Muhammad SAW sesaat sebelum Perang Badar. Beliau menggunakan pedang ini di Perang Uhud dan pengikut-pengikutnnya menggunakan pedang ini untuk menunjukkan kesetiaan kepada Nabi Muhammad SAW. Sekarang pedang ini berada di masjid Husain di Kairo Mesir.

3. Dhu Al Faqar

Sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan pada waktu perang Badr. Dan dilaporkan bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan pedang ini kepada Ali bin Abi Thalib, yang kemudian Ali mengembalikannya ketika Perang Uhud dengan bersimbah darah dari tangan dan bahunya, dengan membawa Dhu Al Faqar di tangannya. Banyak sumber mengatakan bahwa pedang ini milik Ali Bin Abi Thalib dan keluarga. Berbentuk blade dengan dua mata.

4. Al Battar

Battar adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan dari Banu Qaynaqa. Pedang ini disebut sebagai ‘Pedangnya para nabi‘, dan di dalam pedang ini terdapat ukiran tulisan Arab yang berbunyi : ‘Nabi Daud AS, Nabi Sulaiman AS, Nabi Musa AS, Nabi Harun AS, Nabi Yusuf AS, Nabi Zakaria AS, Nabi Yahya AS, Nabi Isa AS, Nabi Muhammad SAW’. Di dalamnya juga terdapat gambar Nabi Daud AS ketika memotong kepala dari Goliath, orang yang memiliki pedang ini pada awalnya.

Di pedang ini juga terdapat tulisan yang diidentifikasi sebagai tulisan Nabataean. Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 101 cm. Dikabarkan bahwa ini adalah pedang yang akan digunakan Nabi Isa AS kelak ketika beliau turun ke bumi kembali untuk mengalahkan Dajjal.

5. Hatf

Sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan dari Banu Qaynaqa. Dikisahkan bahwa Nabi Daud AS mengambil pedang ‘Al Battar’ dari Goliath sebagai rampasan ketika beliau mengalahkan Goliath tersebut pada saat umurnya 20 tahun. Allah SWT memberi kemampuan kepada Nabi Daud AS untuk ‘bekerja’ dengan besi, membuat baju baja, senjata dan alat perang, dan beliau juga membuat senjatanya sendiri.
Dan Hatf adalah salah satu buatannya, menyerupai Al Battar tetapi lebih besar dari itu. Beliau menggunakan pedang ini yang kemudian disimpan oleh suku Levita (suku yang menyimpan senjata-senjata barang Israel) dan akhirnya sampai ke tangan Nabi Muhammad SAW. Sekarang pedang ini berada di Musemum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade, dengan panjang 112 cm dan lebar 8 cm.

6. Al Mikhdam

bahwa pedang ini berasal dari Nabi Muhammad SAW yang kemudian diberikan kepada Ali bin Abi Thalib dan diteruskan ke anak-anaknya Ali. Tapi ada kabar lain bahwa pedang ini berasal dari Ali bin Abi Thalib sebagai hasil rampasan pada serangan yang beliau pimpin di Syria. Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 97 cm, dan mempunyai ukiran tulisan Arab yang berbunyi: ‘Zayn al-Din al-Abidin’.<

7. Al Rasub

pedang ini dijaga di rumah Nabi Muhammad SAW oleh keluarga dan sanak saudaranya seperti layaknya bahtera (Ark) yang disimpan oleh bangsa Israel.
Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 140 cm, mempunyai bulatan emas yang didalamnya terdapat ukiran tulisan Arab yang berbunyi: ‘Ja’far al-Sadiq’.

8. Al Qadib:

Al-Qadib berbentuk blade tipis sehingga bisa dikatakan mirip dengan tongkat. Ini adalah pedang untuk pertahanan ketika bepergian, tetapi tidak digunakan untuk peperangan. Ditulis di samping pedang berupa ukiran perak yang berbunyi syahadat: “Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad Rasul Allah – Muhammad bin Abdallah bin Abd al-Mutalib.” Tidak ada indikasi dalam sumber sejarah bahwa pedang ini telah digunakan dalam peperangan. Pedang ini berada di rumah Nabi Muhammad SAW dan kemudian hanya digunakan oleh khalifah Fatimid.

Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Panjangnya adalah 100 cm dan memiliki sarung berupa kulit hewan yang dicelup.

9. Qal’a:

Pedang ini dikenal sebagai “Qal’i” atau “Qul’ay.” Nama yang mungkin berhubungan dengan tempat di Syria atau tempat di dekat India Cina. Ulama negara lain bahwa kata “qal’i” merujuk kepada “timah” atau “timah putih” yang di tambang berbagai lokasi. Pedang ini adalah salah satu dari tiga pedang Nabi Muhammad SAW yang diperoleh sebagai rampasan dari Bani Qaynaqa. Ada juga yang melaporkan bahwa kakek Nabi Muhammad SAW menemukan pedang ini ketika beliau menemukan air Zamzam di Mekah.

Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 100 cm. Didalamnya terdapat ukiran bahasa Arab berbunyi: “Ini adalah pedang mulia dari rumah Nabi Muhammad SAW, Rasul Allah.” Pedang ini berbeda dari yang lain karena pedang ini mempunyai desain berbentuk gelombang.
Rabu, 26 Januari 2011
Harun Yahya mengartikan neraka sebagai tempat orang-orang yang tidak beriman tinggal selamanya dan diciptakan khusus untuk memberikan siksaan bagi jasad dan jiwa manusia. Hal ini semata karena orang-orang yang tidak beriman bersalah atas dosa besar dan keadilan Allah menuntut hukuman atas mereka.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa neraka merupakan tempat terjelek yang dapat dibayangkan dan sumber dari siksaan yang total. Siksaan dan kesakitan ini tidak sama dengan rasa sakit apa pun di dunia ini. Ia jauh lebih kuat daripada rasa sakit ataupun kesengsaraan yang dapat dihadapi seseorang di dunia ini. Ini sudah tentu pekerjaan Allah, Yang Maha Mulia dalam kebijaksanaan.

Menurut deskripsi al-Quran, neraka adalah tempat di mana rasa sakit luar biasa dialami. Baunya menjijikkan, sempit, ribut, penuh asap, dan muram serta menyuntikkan rasa tidak aman ke dalam jiwa manusia. Apinya membakar hingga ke dalam jantung, makanan dan minumannya menjijikkan serta pakaiannya dari api dan aspal cair.

Dengan kulit koyak-moyak, daging terbakar, dan darah bepercikan di mana-mana, mereka dirantai dan dicambuk. Dengan tangan terikat ke leher, mereka dilemparkan ke pusat neraka. Sementara itu malaikat azab menempatkan mereka yang bersalah di ranjang api, selimutnya pun dari api. Peti mati tempat mereka ditempatkan tertutup api. Pokoknya, mereka sibuk dengan segala siksaan Allah. Pertanyaannya, jika mereka sibuk dengan siksaan-siksaan itu, apakah mereka punya kesempatan untuk makan dan minum? Kalau ya, apa bentuk makanan dan minumannya?

Meski mereka sibuk dengan siksaan yang didatangkan Allah, para penghuni neraka tetap punya kesempatan untuk makan dan minum. Hanya saja, makanan dan minuman mereka tentu sangat berbeda dengan makanan dan minuman penghuni surga. Dalam al-Qur’an Surat Ash-Shaaffaat (37) ayat 62-65 disebutkan, “(Makanan surga) Apakah itu hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum? Sesungguhnya Kami menjadikannya fitnah bagi orang-orang zalim.
Sesungguhnya ia adalah sebatang pohon yang ke luar di dasar neraka Jahim. Mayangnya seperti kepala-kepala setan.”

Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah, setelah ayat-ayat sebelumnya mengurai masalah penghuni surga, ayat di atas menekankan betapa jauh perbedaan antara perolehan penghuni surga dengan perolehan penghuni neraka. Itu dipaparkan untuk menggugah hati setiap orang agar berusaha memperoleh kenikmatan serupa dan menghindar dari segala bentuk rasa.

Menurutnya, kata nuzul (an) pada ayat di atas pada awalnya diartikan “sesuatu yang dihidangkan kepada seorang yang baru datang.” Makna ini lalu berkembang sehingga mencakup segala sesuatu yang dihidangkan baik untuk tamu baru atau bukan.

Al-Biqai memahaminya sebagai “Hidangan Selamat Datang”. Artinya, kalau ini baru hidangan awal, maka bagaimana sesudahnya? Tentu lebih hebat dan nikmat lagi sebagaimana diisyaratkan oleh hadits qudsy bahwa telah disiapkan buat mereka juga yang tidak terlintas dalam benak.

Menurut ayat di atas, makanan penghuni neraka adalah buah yang berasal dari pohon zaqqum. Ada yang berpendapat ia berasal dari kata az-zuqmah yang berarti penyakit lepra atau at-tazaqqum yakni upaya menelan sesuatu yang sangat tidak disukai. Sebagian ulama menyatakan bahwa pohon zaqqum adalah sejenis pohon kecil dengan dedaunan yang sangat busuk aromanya. Getahnya mengakibatkan bengkak bila menyentuh badan manusia. Ia ditemukan di beberapa daerah tandus dan padang pasir.

Menurut Quraish Shihab, kalaupun pendapat ini diterima, namun pohon zaqqum yang dimaksudkan oleh al-Qur’an bukanlah pohon tersebut, karena dia seperti bunyi ayat di atas, tumbuh di dasar neraka. Karena itu pula mereka tidak mengetahuinya, maka Allah menjelaskan sifat-sifatnya di sini dan di surat al-Waqi’ah. Kaum musyrikin pun keliru dalam memahaminya.
Beberapa riwayat menyebutkan bahwa kaum musyrikin menduga pohon zaqqum adalah kurma. Padahal, oleh banyak ulama pohon ini dipersamakan dengan pohon yang dinamai oleh al-Qur’an dengan asy-Syajarah al-Ma’lumah (QS. Al-Isra’ [7]: 60). Kata asy-Syajarah biasa digunakan dalam arti pohon kayu. Dalam QS. Ad-Dukhan [44]: 45, pohon itu dilukiskan seperti kotoran minyak yang mendidih dalam perut.

Dalam asbab al-nuzul disebutkan bahwa ketika ayat tentang pohon zaqqum ini turun, kaum musyrikin mengejek dan mencemoohnya. Abu Jahal misalnya meminta pembantunya membawa kurma lalu berkata: “Apakah buah seperti ini yang diharapkan oleh Muhammad akan menakutkan kita?” Dan ketika dinyatakan bahwa ia tumbuh dari dasar api neraka, mereka berkata: “Bagaimana bisa ada pohon yang tumbuh di dasar api neraka?”
Ulama berbeda pendapat dalam memahami ayat ru’us asy-syayathin (kepala-kepala setan).
Pakar tafsir ath-Thabari memahaminya sebagai perumpamaan bagi sesuatu yang buruk seperti setan. Atau mayangnya itu diperumpamakan dengan ular yang dikenal oleh masyarakat Arab dengan nama syaithan. Jenis ular ini berbau busuk dan bermuka buruk. Bisa juga yang dimaksud dengan kata syayathin pada ayat ini adalah sejenis tumbuhan yang dikenal dengan nama ru’us syayathin.

Sementara orang memahami kata setan hanya terbatas pada sosok makhluk halus yang di samping menggoda dan merayu, juga mengganggu dan menyakiti. Tetapi bila kita merujuk ke sekian banyak hadits Nabi Muhammad Saw. ditemukan bahwa sesuatu yang tidak menyenangkan pun dinamai setan. Misalnya sabda beliau, “Wabah penyakit merupakan tusukan saudara-saudara (musuh-musuh) kamu dari jenis jin (setan).” (HR. Ahmad dan Ibn Abi ad-Dunya melalui Abu Musa). Dengan demikian kata setan digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang buruk dan tercela, sehingga setan dapat menjadi lambang dari kejahatan dan keburukan.

Pakar tafsir al-Biqa’i menulis bahwa kata syayathin pada ayat ini adalah lambang dari puncak keburukan –baik setan dimaksud adalah ular maupun selain ular. Demikian hal ini, karena keburukan setan serta apa yang berhubungan dengannya diyakini oleh jiwa kita sebagai sesuatu yang merupakan keburukan murni, tanpa sedikit kebaikan pun, sebagaimana mantapnya kata “malaikat” dalam jiwa kita dalam arti sesuatu yang sangat indah dan anggun.

Terlepas dari silang pendapat di atas, yang jelas penghuni neraka nanti akan makan makanan yang berasal dari pohon zaqqum. Mereka dipaksa untuk memakannya. Pohon itu lalu memenuhi perut-perut mereka, sehingga membakar muka, bibir dan lidah mereka serta merobek-robek perut mereka. “Maka sesungguhnya mereka pasti akan makan darinya, maka mereka memenuhkan perut-perut (mereka). Kemudian sesudahnya pasti buat mereka minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas. Kemudian sesungguhnya tempat kembali mereka benar-benar ke neraka Jahim.” (QS. Ash-Shaffat [37]: 66-68)
Rasa buah zaqqum itu sangat pahit, sehingga penghuni neraka segera menelannya, tidak memamahnya. Sama halnya ketika kita minum pil pahit, maka kita pun segera menelannya. Memamahnya sama saja dengan memaksa lidah kita untuk merasakan pahitnya.

Mujahid berkata bahwa para penghuni neraka diberi makanan berupa pohon zaqqum, yakni sebuah pohon yang termasuk dalam golongan yang paling buruk, pahit rasanya, bacin baunya dan bahkan berduri.

Dalam hadits qudsi disebutkan bahwa neraka Jahanam itu memiliki tujuh tingkat. Setiap tingkat mempunyai 70.000 daerah. Setiap daerah mempunyai 70.000 kampung. Setiap kampung mempunyai 70.000 rumah. Setiap rumah mempunyai 70.000 bilik. Setiap bilik mempunyai 70.000 kotak. Setiap kotak mempunyai 70.000 batang pohon zaqqum. Di bawah setiap pohon zaqqum mempunyai 70.000 ekor ular. Di dalam mulut setiap ular yang panjang 70 hasta mengandung lautan racun yang hitam pekat. Juga di bawah setiap pohon zaqqum mempunyai 70.000 rantai dan setiap rantai diseret oleh 70.000 malaikat.

Setelah itu, mereka meminum minuman yang juga tak kalah buruk rasanya. Dalam QS. An-Naba’ [78]: 24-25 dilukiskan bahwa minuman penghuni neraka adalah air yang sangat panas dan nanah, “Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah.”

Dalam kesempatan lain minuman penghuni neraka adalah air tembaga yang mendidih, “Sesungguhnya Kami (Allah) telah menyediakan neraka untuk orang-orang yang bersalah, mereka dikepung oleh gejolak apinya. Jika mereka meminta minuman, mereka diberi minum air tembaga yang mendidih yakni dapat menghanguskan muka. Alangkah buruknya minuman yang sedemikian itu. Alangkah jeleknya tempat yang semacam itu.”‌(Q.S. Al-Kahfi [18]:29)
Persoalannya, apakah mereka langsung minum setelah makan buah zaqqum itu atau ada tenggang waktu? Menurut Quraish Shihab, QS. Ash-Shaffat [37] ayat 67 yang berarti “Kemudian sesudahnya pasti buat mereka minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas,” memberi kesan bahwa ada jarak antara makan dan minum itu. Jarak tersebut bisa dipahami dalam arti siksaan akibat minuman itu lebih buruk daripada memakan buah zaqqum. Atau bahwa setelah makan mereka tidak langsung diberi minuman untuk menghapus kepahitan akibat makanan buruk yang memenuhi perut mereka.

Demikian jenis makanan dan minuman yang kelak dirasakan oleh para penghuni neraka. Betapa buruknya makanan dan minuman itu, sehingga membuat siapa saja yang merasakannya pasti akan dibuat hancur tubuhnya. Betapa ngerinya! Karena itu, jika kita ingin terhindar dari segala makanan dan minuman semacam itu harus pandai-pandai untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Amien. (Eep Khunaefi/dimuat di Hidayah edisi 87/foto sekedar ilustrasi&diambil dari www.freefoto.com)
Label: Alam Gaib, Hidayah
Apakah jin juga berpuasa dan berlebaran seperti halnya manusia?

Allah berfirman, “Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku” (QS. Adz-Dzaariat [51]: 56). Jika kita berkaca pada ayat ini, maka tentu jin pun akan berpuasa dan berlebaran untuk mendapatkan pahala dan ridha Allah. Sebab, puasa adalah bagian dari ibadah wajib kepada Allah. Tentu, jin (Muslim) pun tidak ingin masuk neraka hanya karena tidak berpuasa.

Dari ayat ini pula sebenarnya bisa kita ambil kesimpulan bahwa di antara jin juga ada yang Muslim seperti manusia. Jin muslim inilah yang selalu taat kepada Allah dan melaksanakan segala perintah-Nya seperti halnya seorang manusia yang beriman dan bertakwa.

Namun, apakah puasanya jin itu sama seperti puasanya manusia yaitu dimulai sejak terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari? Tidak ada dalil yang pasti mengenai ini. Namun, banyak yang berpendapat bahwa seperti halnya manusia jin Muslim juga mengikuti syariat Nabi-nabi mereka. Karena sekarang kita hidup dengan syariat Nabi Muhammad, maka jin Muslim pun mengikuti syariat beliau.

Sebagai makhluk yang mengikuti syariat Nabi Muhammad, tentu semua ibadah yang dikerjakan oleh jin juga sama dengan yang dikerjakan oleh manusia, termasuk cara puasa mereka. Artinya, kemungkinan besar jin pun berpuasa dengan menahan rasa lapar, dahaga dan seksual mereka sejak terbit fajar hingga tenggelamnya matahari.

Menurut Panji Semirang, golongan jin beribadah menurut syariat pada masa Nabi berada. Untuk sekarang para jin beribadah mengikuti cara Nabi Muhammad Saw. Al-Qur’an menguatkan persepsi ini dalam QS Al-Jin,

“Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan (Al-Qur’an) lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur’an yang menakjubkan (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami, dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak.” (Al-Jin [72]: 1-3).

Ayat di atas nampak bahwa jin pun sangat bergairah untuk belajar al-Qur’an pada Nabi. Diakui sendiri oleh para jin bahwa al-Qur’an telah memberikan hidayah yang luar biasa. Tanpa sadar, landasan ilmiah ini menegaskan bahwa sistem peribadatan mereka (para jin) juga sama dengan manusia yaitu membaca al-Qur’an, shalat dan berpuasa.

Dalam dunia ghaib dikenal istilah Lailatul Jin (Malam Jin). Malam jin adalah malam di mana mereka menemui Rasulullah kemudian Rasul bersama mereka mendatangi kaum jin tersebut. Saat itulah, kaum jin mempelajari agama Islam dan mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an.

Sekali lagi, istilah ini menegaskan akan korelasi antara jin dan manusia untuk sama-sama mereguk syariat Nabi Muhammad. Ini artinya, sudah tentu jin pun berpuasa ketika hari yang mulia ini tiba. Tentunya, setelah itu mereka akan melakukan perayaan syukuran yang disebut dengan lebaran. Hanya saja, kita tidak tahu konsepsi lebaran mereka? Yang jelas, mereka tidak akan makan ketupat lebaran seperti halnya manusia. Sebab, mereka memiliki jenis makanan sendiri.

Menarik sebuah perkataan dari Allamah Thaba’thabai. Beliau pernah berkata demikian, “Telah dinukil dari jin bahwa semua agama dan mazhab yang diikuti oleh umat manusia juga terdapat pada jin kecuali mazhab ahlul-sunnah. Karena segolongan jin yang menyaksikan Ghadir-Khum (pelantikan Imam Ali di Ghadir Khum) masih hidup sampai saat ini dan mereka ikut bersaksi atas pelantikan Imam Ali sebagai khalifah oleh Rasulullah Saw.”

Dari perkataan di atas jelas bahwa jangankan persoalan ritual puasa yang merupakan kewajiban makhluk Tuhan yang terkena taklif, persoalan mazhab pun Jin memilikinya seperti halnya manusia. Artinya, di dalam alam jin juga ada madzhab atau golongan yang berkiblat pada imam tertentu. Sebab, mereka juga punya ulama, ustadz dan pakarnya sendiri-sendiri seperti juga manusia.

Suatu ketika sahabat Imam Muhammad Baqir bernama Abu Hamzah berkunjung ke rumah beliau. Karena masih ada tamu lain yang sedang berbicara dengan Imam, dia menunggu di luar rumah. Ketika para tamu itu keluar, tidak satu pun yang dikenalnya. Kemudian dia meminta izin untuk masuk dan menganjurkan agar Imam waspada terhadap para tamu asing itu, karena boleh jadi mereka itu adalah mata-mata Bani Umayyah yang tidak segan-segan menumpahkan darah. Imam memberitahukan bahwa para tamu asing itu adalah jin-jin Muslim yang menanyakan berbagai persoalan masalah agama kepada beliau.

Dari kisah nyata di atas yang penulis ambil dari karya Ruqayyah Yaqubi, “Laskar Api: Buku Paling Pintar Tentang Jin”, jelas bahwa jin yang beragama Islam pun banyak bertanya pada manusia tentang syariat yang dibawa Nabi Muhammad Saw. Ini artinya, bahwa perilaku religiusitas jin Muslim juga sama persis dengan yang dilakukan oleh manusia, baik dalam shalatnya, puasanya, dan (mungkin) lebarannya.

Bahkan, telah dinukilkan dari Ummu Salamah, istri baginda Rasul Saw. bahwa semenjak wafatnya baginda Rasul Saw. dia tidak pernah lagi mendengar tangisan jin. Hingga suatu malam kembali dia mendengar suara tangis jin, dan ternyata di hari itu, Al-Imam Husein as telah gugur syahid. Seorang wanita jin menangisi Imam Husein, dan berkata:

“Wahai kedua mataku, menangislah sekuatnya, karena setelahku nanti, siapa lagi nanti yang akan menangisi para syuhada Karbala. Menangislah untuk manusia-manusia suci yang ajal telah membawa mereka kepada penguasa keji dari turunan budak.”

Kisah yang diambil dari karya Ali Ridha Tijali Tehrani yang berjudul “Jin dan Setan” ini menunjukkan bahwa bangsa jin yang beragama Islam pun sangat berduka ketika orang yang dikasihi Allah meninggal dunia. Jika mereka tidak beriman, tidak mungkin mereka menangisi syuhada yang tewas di medan laga. Inilah sebuah simbol bagaimana bangsa jin Muslim pun memiliki ikatan psikologis yang kuat dengan bangsa manusia, apalagi yang beriman dan bertakwa kepada Allah.

Dalam kitab Laali al-Akhbar disebutkan, seorang zahid yang bersahabat dengan jin mukmin menceritakan, kala itu, ia sedang duduk di masjid di antara barisan, kemudian muncul teman jinnya seraya bertanya kepadanya, “Bagaimana kamu melihat hati orang-orang yang berada di masjid ini?”

“Sebagian dari mereka tidur dan sebagian lagi terjaga,” jawabnya.

“”Apa yang engkau lihat di atas kepala mereka?” Tanyanya lagi.

“Aku tidak melihat sesuatu apapun,” katanya.

Lantas jin itu mengusap matanya dengan tangannya dan berkata, “Sekarang perhatikan!”
Tiba-tiba dia bisa melihat di setiap kepala mereka, berdiri seekor burung gagak.
Hanya saja, beberapa dari burung gagak tadi menutupi kedua mata orang yang berada di bawahnya dengan kedua sayapnya dan beberapa burung gagak lain tidak selalu menutupi kedua mata orang yang di bawahnya, melainkan adakalanya burung itu mengangkat kedua sayapnya.

“Apakah gagak itu?” tanyanya kepada jin mukmin.
Si jin pun menjawab, “Gagak-gagak itu adalah setan-setan penggoda. Manakala manusia melupakan Tuhannya, saat itu mereka akan menutupi mata manusia dengan kedua sayapnya, dan manakala manusia mengingat Tuhan-Nya, mereka akan mengangkat kedua sayap dari mata manusia.”

Sekali lagi, kisah di atas menandaskan bahwa jin Muslim pun dikenakan taklif untuk beribadah kepada Allah. Dari catatan ini, dapat diambil kesimpulan bahwa jin yang telah menyatakan dirinya bersyahadat juga melakukan poin-poin religius seperti yang dilakukan oleh manusia yang beriman dan bertakwa, yaitu shalat, puasa dan (mungkin) lebaran. Sebab, pada dasarnya, kehidupan alam jin sama dengan alam manusia.

Dalam konteks puasa, karena jin pun mengikuti syariat Nabi Muhammad Saw., maka ia pun menahan rasa lapar, haus dan seksualitas mereka sejak fajar hingga terbenamnya matahari pada bulan Ramadhan. Setelah mereka sebulan penuh berpuasa, mereka pun ikut merayakannya dengan suka cita, seolah perjuangan telah berhasil mereka lalui. Dalam konteks Muslim Indonesia, itulah yang dinamakan lebaran. Di alam jin, mungkin prosesnya sama, meski namanya berbeda. Yang jelas, mereka pun pasti akan merayakan suka cita pasca berpuasa, layaknya umat Muslim Indonesia merayakan lebaran. Wallahu a’lam bil shawab!
Label: Alam Gaib, Hidayah
Kamis, 20 Januari 2011

Konon, di surga pun ada pepohonan seperti halnya di dunia, yang akan menaungi para penghuni surga hingga mereka merasa nyaman di bawahnya.

Surga adalah tempat super indah yang diperuntukkan buat hamba-hamba Allah yang beriman. Segala fasilitas tersedia di sana dan dengan mudah kita bisa mendapatkannya. Bahkan, dengan terbersit dalam hati saja, keinginan itu secepat kilat bisa terwujud. Salah satu fasilitas yang disediakan Allah di surga adalah adanya pohon-pohon yang rindang daunnya dan super lezat buahnya.
Salah satu pohon surga itu bernama Pohon Thuba. Pohon ini sangat besar dan luas. Untuk bisa melewatinya dari sisi kiri ke sisi kanan, kita harus membutuhkan waktu 100 tahun perjalanan menggunakan kendaraan yang super cepat. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang berbunyi, “Di surga itu ada sebuah pohon yang jarak naungannya harus ditempuh selama saratus tahun perjalanan bagi pengendara. Pohon tersebut tidak dapat ditebang.”
Dalam al-Qur’an pohon Thuba itu bisa dilukiskan dalam firman-Nya yang berarti, “Dan naungannya terbentang luas.” (QS Al-Waqi‘ah [56]: 30)
Tentang nama pohon Thuba sendiri terambil dari riwayat Abu Hurairah r.a. yang berbunyi, “Di surga itu ada sebuah pohon yang bernama pohonThuba. Allah Swt. memerintahkan pohon tersebut, ‘Produksilah semua keinginan hamba-Ku.’ Kemudian pohon tersebut memproduksi kuda, kendali, pelana dan penampilan kuda itu sesuai dengan keinginan hamba itu. Selain itu, pohon tersebut juga memproduksi semua keinginan si hamba seperti tunggangan dan pakaian.”
Menurut Ibnu ‘Abbas r.a., naungan yang panjang di surga itu hanya sebatang pohon. Panjang naungannya membutuhkan waktu perjalanan seratus tahun bagi pengendara yang paling cepat. Naungannya meliputi semua arah. Semua penghuni surga berdatangan menuju pohon tersebut. Mereka bercakap-cakap di bawah naungannya. Sebagian dari mereka ada yang menginginkan permainan seperti yang ada di dunia. Kemudian Allah Swt. mengirimkan semilir angin dari surga. Pohon itu pun bergerak dengan segala bentuk mainan yang ada di dunia.
Pohon Thuba ini pernah diceritakan dalam perkawinan Siti Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib. Dalam Nuzhatul Majalis disebutkan bahwa Anas bin Malik mengatakan, “Rasulullah Saw. sedang berada di masjid ketika bersabda kepada Ali, ‘Di sini Jibril mengabarkan kepadaku bahwa Allah menikahkan Fatimah denganmu, dan membuat 40 ribu malaikat bersaksi atas pernikahan itu. Dia juga mengilhami pohon Thuba agar menaburi mereka dengan permata, batu mirah delima, perhiasan, dan manik-manik. Setelah hal itu dikerjakan, para bidadari bergegas mengumpulkan segenap permata, batu mirah delima, perhiasan, dan manik-manik ini untuk ditukar dengan hadiah hingga Hari Kebangkitan.” (As Suyuthi menuturkan riwayat ini dalam Tahdhirul Khawas)
Dalam hadits diceritakan bahwa pernikahan Fatimah dan Ali disaksikan langsung oleh malaikat. Bahkan, Allah memerintahkan malaikat dan para bidadari untuk merayakannya di langit keempat dekat Baitul Ma’mur. Para malaikat dari segenap langit berkumpul di langit keempat dan mendirikan mimbar kehormatan yang terbuat dari cahaya. Dan Allah memerintahkan pula kepada pohon Thuba agar menaburi para malaikat tersebut dengan permata, batu mirah delima, perhiasan dan manik-manik agar suasana terlihat semakin meriah.
Dalam hadits lain riwayat Jabir bin Abdullah, Nabi juga menyinggung tentang pohon Thuba ini, “Demi Allah yang mengutusku dengan kerasulan; ketika Allah menikahkan Fatimah dan Ali, Dia memerintahkan para malaikat terdekat mengelilingi arasy –Jibril, Mikail, dan Israfil. Dia juga memerintahkan burung-burung bernyanyi dan menyuruh pohon Thuba menaburi mereka dengan mutiara-mutiara bening, permata-permata putih, zamrud hijau dan mirah delima.”
Al-Hafidz Abu Nu’aim menuturkan dalam Hilyatul Auliya (Jilid 5 hal 59) bahwa Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Maka Allah memerintahkan pohon surga berbuah permata dan perhiasan; Dia lalu menyuruhnya menaburkan semua itu kepada para malaikat. Sehingga siapapun yang menerima lebih daripada yang lainnya di hari itu, akan bangga terhadapnya hingga Hari Kebangkitan.”
Jadi, dari hadits di atas tampaklah bahwa betapa pentingnya posisi pohon Thuba di surga. Ia menjadi pohon sentral dari pohon yang ada di surga. Bahkan, pakaian ahli surga keluar dari kelopak bunga pohon ini yang bernama sundus dan istabraq  (sutra bulu halus dan tebal). Warnanya bermacam-macam; ada yang putih, merah, hijau, kuning dan hitam. Mereka memakai gelang emas dan perak, mahkota intan berlian yang mutiaranya adalah yakut. Jika manusia di dunia ini melihat pakaian-pakaian tersebut, tentu mereka pingsan karena tidak tahan melihatnya.
Selain pohon Thuba, di surga juga ada pohon yang bernama Pohon Bidara dan Pohon Pisang. Hal ini berdasarkan firman Allah yang berbunyi, “Golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri, pohon pisang yang bersusun-susun buahnya, naungan yang terbentang luas, air yang tercurah, buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya, serta kasur-kasur yang tebal lagi empuk.” (QS. Al-Waqi’ah [56]: 27-34)
Ayat di atas menunjukkan bahwa pohon bidara itu tidak berduri. Namun, ada juga pohon bidara yang berduri bernama Pohon Thalhu. Namun, duri ini diganti dengan buah-buahan yang satu butirnya terdiri dari 70 rasa yang berbeda.
            Selain itu, pohon kurma dan delima pun disediakan di surga, seperti tercatat dalam firman-Nya, “Di dalam keduanya terdapat segala macam buah-buahan dan kurma serta delima,” (QS Ar-Rahman [55]: 52) dan firman-Nya, “Dan tanam-tanaman dan pohon-pohon kurma yang mayangnya lembut.” (QS. Asy-Syu’ara: 148)
Di surga juga terdapat pohon yang bentuknya lebih kecil dari delima dan lebih besar dari apel. Manisnya seperti madu. Allah Swt. akan memberikan fasilitas pohon tersebut kelak di Hari Kiamat kepada mereka yang berpuasa.
Lalu, ada juga pohon yang cabang dan akarnya terbuat dari emas, sementara ujungnya terbuat dari permata. Nabi bersabda, “Cabang setiap pohon di surga pasti terbuat dari emas.” 
Pohon tersebut dihiasi dengan intan dan permata. Buahnya bak susu perawan, yang lebih lembut dari busa dan lebih manis dari madu. Ketika sesuatu dipetik dari pohon tersebut, bagian yang terpetik itu akan tumbuh kembali. Ini merupakan arti dari firman Allah Swt., “Yang tidak berhenti (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya,” (QS Al-Waqi‘ah [56]: 33). Pohon tersebut diperuntukkan bagi orang yang pernah membaca tasbih, takbir, dan tahmid.
Rasulullah Saw. menginformasikan bahwa banyak dari mereka yang taat dan beramal saleh memperoleh pahala berkat amal baik mereka. Amal mereka tersebut menjadi tanaman berupa pepohonan dan pohon kurma. Tanaman tersebut terus tumbuh tanpa batas. Siapa saja yang mengucapkanSubhanallahil ‘azhim wa bi hamdihi, maka akan ditanam untuknya pohon kurma di surga. Siapa saja yang mengucapkan Subhanallahil ‘azhim wal hamdulillah wa la ilaha illallah wallahu akbar, maka setiap bacaannya akan menjadi tanaman di surga. Setiap orang yang mengkhatamkan bacaan Al-Quran, maka doanya akan dikabulkan dan satu pohon di surga yang disediakan untuknya. Siapa saja yang berpuasa sunah satu kali, maka akan ditanam satu pohon surga untuknya. Siapa saja yang berjalan untuk menagih hutang miliknya, maka semua hewan melata di bumi dan ikan-ikan di lautan akan mendoakannya. Setiap langkahnya akan menumbuhkan satu pohon di surga dan dosa-dosanya pun akan diampuni.
Demikian tentang Pohon Thuba dan beberapa pohon lainnya di surga. Pohon-pohon ini tidak saja bisa memberikan manfaat lewat buahnya, tapi gesekan dari ranting-ranting pohon surga tersebut bisa menimbulkan suara-suara yang sangat indah. Demikian kata Yahya bin Abu Katsir ketika menafsirkan Surat Rum ayat 15, “Di surga itu ada nyanyian.”

Eep Khunaefi/Dimuat HIdayah edisi 115
Diposkan oleh eepkholic di 19.05 1 komentar:
Senin, 17 Januari 2011


Eksistensi Surga
Eksistensi Surga diterangkan dengan sangat jelas dalam beberapa keterangan Al-Qur’an dan hadits Nabi yang semuanya harus kita imani.

Sementara Golongan Qadariyah dan kalangan Mu’tazilah beranggapan bahwa surga baru diciptakan kelak di hari akhirat.
Menurut Ibnu Qayyim ini adalah pendapat yang nyeleneh. Pendapat yang paling rajih menurutnya adalah pendapat Ahlu Sunnah yang menyatakan bahwa surga itu telah diciptakan oleh Allah, diantara alasannya adalah:
  1. Dalam perjalanan mi’raj Nabi melihat surga (QS. An-Najm: 13-15)
  2. Dalam beberapa hadits disebutkan bahwa Allah memperlihatkan tempat duduk ahli surga atau ahli neraka saat di alam barzah; Ada hadits yang menyebutkan bahwa ruh orang mu’min dimasukkan ke dalam surga berwujud burung yang bertengger di pohon surga; Selain itu diceritakan dalam salah satu hadit bahwa Jibril disuruh melihat surga, dll.
Pintu Surga
Keberadaan pintu gerbang surga disebutkan oleh Allah dalam surat Az-Zumar ayat 73. Dalam hadits disebutkan bahwa luas pintu surga itu adalah baina Makkata wa Hajaro au Hajaro wa Makkata, seperti jauhnya Makkah ke Hajar (kurang lebih 1160 km). Namun kelak manusia akan berdesak-desakan didepannya. Kunci pembuka pintu surga adalah kalimat syahadah, dan jalan menuju padanya hanyalah satu yakni Islam (QS. Al-An’am: 153).

Walid bin Muslim dari Khalid dari Hasan menyampaikan bahwa pintu-pintu di surga itu transparan, bagian dalamnya terlihat dari luar dan bagian luarnya terlihat dari dalam (lihat QS. Shaad: 50). Ia bisa diajak bicara, artinya bisa menutup dan membuka sesuai keinginan penghuninya.

Dimanakah Surga?
Di dalam hadits disebutkan bahwa surga itu berada di langit, tempat yang sangat tinggi. Terdiri dari 100 tingkat, setiap 2 tingkat jauhnya seperti langit dan bumi. Dan surga yang tertinggi adalah sungai Firdaus. Tapi ada satu tempat yang lebih tinggi darinya dan diperuntukkan bagi satu orang saja, tempat itu disebut Al-Wasilah. Nabi sangat berharap bahwa beliaulah yang akan menempatinya.

Nama-nama Surga
Surga itu bermacam-macam, nama-namanya disebutkan dalam Al-Qur’an diantaranya adalah: Al-Jannah, Darussalam (negeri sejahtera), Darul Khuldi (negeri kekal), Darul Muqamah (tempat kediaman), Jannatul Ma’wa (tempat tinggal), Adn, dll.

Orang yang pertama mengetuk pintu Surga
Muhammad saw adalah orang yang pertama kali mengetuk pintu surga, dan umat beliaulah yang akan pertama kali memasukinya. Ada 70.000 orang yang akan memasukinya tanpa hisab, wajahnya bagaikan rembulan, mereka masuk dengan bergandeng tangan. Siapakah mereka? Mereka adalah orang-orang yang murni ketauhidannya dan senantiasa bertawakkal kepada Allah, demikian kata Nabi.

Allah melimpahkan keistimewaan kepada mereka, bahwa setiap 1000 orang dari mereka dapat menyelamatkan 70.000 orang dari neraka, ditambah tiga cidukan Allah azza wa jalla. Subhanallah wallahu akbar.

Gambaran Surga
Tanah dan lumpur surga terbuat dari zafaran, berupa tepung putih beraroma kesturi dan sangat bersih. Cahaya surga itu berwarna putih, bersinar terang, aromanya semerbak. Disana terdapat gedung megah dan sungai-sungai yang mengalir. Ada istri-istri yang cantik jelita, perhiasan-perhiasan yang banyak, tanaman-tanaman, berbagai macam kesenangan dan kenikmatan di tempat yang tinggi. Siapkah Anda memasukinya? Katakan: “Insya Allah”.

Di surga terdapat Ghuraf yakni bangunan transfaran yang tinggi, diberikan bagi mereka yang baik ucapannya, suka memberi makan orang lain, rajin berpuasa dan  mendawamkan shalat malam. Juga diberikan kepada orang-orang yang membangun masjid dan tabah menghadapi ujian dan kesedihan.

Setiap mu’min mengenal tempat tinggalnya di surga walaupun ia belum pernah melihat sebelumnya.
Kondisi fisik orang mu’min ketika memasuki surga itu mirip Adam, tingginya 60 hasta, berambut pendek, belum berjenggot, dan matanya bercelak. Tampilannya bagaikan orang berusia sekitar 30 tahun. Allah menjadikannya seperti itu walaupun ia mati dalam keadaan anak-anak atau pun tua renta.

Hidangan pertama penduduk surga adalah sekerat daging dari hati ikan paus dan minumannya adalah salsabila. Setelah itu mereka makan daging sapi jantan.

Menurut riwayat dari Nabi, aroma surga bisa dicium dari jarak 100 tahun. Tapi bagi orang-orang yang membunuh ahli dzimmah, orang-orang yang durhaka pada orang tua, orang pemutus hubungan, dan mereka yang menasabkan dirinya pada orang lain, tertutup baginya dari mencium aroma surga tersebut. Naudzubillah…

Di surga terdapat pohon Thalhu, yakni pohon bidara yang durinya diganti dengan buah-buahan yang satu butirnya terdiri dari 70 rasa yang berbeda. Ada juga pohon Thuba (QS. Waqi’ah: 31) yang naungannya sejauh perjalanan selama 100 tahun. Dari kelopak bunga pohon inilah pakaian ahli sungai berasal.

Buah-buahan surga itu beraneka ragam layaknya buah-buahan di dunia (QS. Al-Baqarah: 25). Bahkan sabda Nabi menyebutkan bahwa buah-buahan dunia sebenarnya berasal dari surga, hanya saja ia berubah sedangkan buah-buahan di surga tidak berubah sama sekali.

Penduduk surga minum dari sungai-sungai di surga yang hulunya adalah dari sungai Firdaus. Buah-buahannya dekat tersaji, mereka mendapatkan apa saja yang diinginkannya. Jika mereka melihat ke arah burung surga dan tertarik kepadanya, maka dengan segera burung itu jatuh ke hadapannya dalam kondisi masak dan siap dimakan. Sementara itu 70 piring beragam corak yang berbeda antara satu dengan yang lainnya telah disiapkan.

Mereka juga minum dari sungai al-kautsar yang airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Ia adalah minuman campuran jahe.

Tapi, meskipun makan dan minum penduduk surga itu tidak buang kotoran atau kencing. Makanan dan minumannya itu dikeluarkan melalui keringat dan sendawanya yang harum.

Pakaian ahli surga adalah sundus dan istabraq (sutra bulu halus dan tebal), keluar dari kelopak bunga pohon Thuba dan warnanya bermacam-macam, ada yang putih, merah, hijau, kuning, dan hitam. Mereka memakai gelang emas dan perak, mahkota intan berlian yang mutiaranya adalah yakut. Jika manusia di dunia ini melihat pakaian-pakaian tersebut, tentu mereka pingsan karena tidak tahan melihatnya.

Kasur mereka tebal dan empuk. Tempat mereka tinggal berhamparkan permadani yang sangat indah. Ada kemah yang tingginya hingga 60 mil dan setiap sudutnya terdapat istri-istri ahli surga; ada ranjang berderetan yang berhias, bisa merendah ataupun menaik. Tapi ranjang ini bukanlah untuk tidur, karena di surga itu tidak ada tidur sebagaimana dikatakan Nabi: “Tidur itu adalah saudara kematian. Ahli surga tidaklah tidur”.

Bagi mereka juga disediakan sofa al-arikah, yakni sofa pengantin yang dipaduakan dengan ranjang yang berhias. Di dalamnya mereka dilayani oleh pelayan-pelayan yang senantiasa muda.

Isteri-isteri penghuni surga itu muthahharah, yakni bersih dari haid, ingus, ludah, najis, dan tinja. Mereka disebut al-hur karena senantiasa muda, cantik, kulitnya mulus, bagian hitam matanya sangat hitam dan bagian putihnya sangat putih. Mereka tidak pernah digauli oleh siapapun sebelumnya, dipingit dan selalu perawan. Mereka disebut uruban karena selain cantik juga amat pandai berkomunikasi dan pandai memberikan kepuasan seksual kepada suaminya. Mereka disebut kawaaiba karena—maaf—amat montok payudaranya. Demikian disebutkan Nabi. Dan disebut  huurun iin karena putih kulitnya bagai mutiara. Badan mereka transparan bagaikan yakut. Kamar mereka dari mutiara yakut dan ranjangnya dihias dengan mutiara lu’lu. Mereka tidak pernah bosan melakukan jima’. Lelaki surga tak pernah ‘loyo’ dan wanita surga tak pernah ‘sakit’. Kekuatan mereka dalam berjima’ adalah 100 kali lipat. Disebutkan juga oleh Nabi bahwa laki-laki penghuni surga itu dapat berjima’ dengan 100 perawan dalam satu petang. Mereka tidak pernah lemas, syahwatnya tidak padam dan farji wanita surga tidak pernah tertutup.

Di surga bisa juga terjadi kehamilan jika mereka menghendakinya. Tapi kehamilan, menyusui dan tumbuh berkembangnya itu terjadi dalam sesaat.

Ahli surga diberi 2 orang istri dari wanita dunia dan 70 orang istri dari wanita surga. Tapi wanita dunia itu lebih baik dari wanita surga disebabkan ibadahnya ketika di dunia. Di akhirat nanti wanita yang ketika di dunia pernah memiliki lebih dari 1 suami, boleh memilih mana yang menurutnya terbaik.

Di surga itu ada nyanyian (QS. Rum: 15). Menurut Yahya bin Abu Katsir al-habrah dalam ayat tersebut berarti paduan suara yang merdu. Bukan hanya itu, pohon-pohonan dan gesekan ranting-rantingnya pun menimbulkan suara-suara yang indah. Juga ada nyanyian bidadari untuk suaminya. Ada pula suara tasbih para malaikat yang demikian merdu.

Penghuni surga juga memiliki kendaraan berupa kuda dari mutiara yakut atau apa saja yang diinginkannya. Mereka saling berkunjung (Ash-Shafat: 50-57), penduduk surga kelas atas berkunjung ke surga kelas bawah. Tapi penduduk surga kelas bawah tidak dapat berkunjung ke surga kelas atas, kecuali mereka yang saling mencintai karena Allah. 
Jika mereka saling rindu, mendekatlah ranjang-ranjang mereka dan bertemu untuk bernostalgia.

Bahasa mereka adalah bahasa Arab. Setiap hari Jum’at diselenggarakan pasar gratis, mereka pulang ke rumahnya masing-masing membawa apa saja yang diinginkannya.

Di surga ada juga kenaikan tingkat, yakni bagi mereka yang didoakan oleh anak-anaknya ketika di dunia. Mereka dipertemukan dan dikumpulkan oleh Allah (QS. At-Thur: 21) walaupun tidak sama derajatnya.

Begitulah gambaran sekilas tentang surga berdasarkan kabar yang disampaikan Nabi Muhammad saw.

Untuk siapakah kabar gembira ini?
1.      Orang yang beriman dan beramal shalih (QS. 2: 25)
2.      Wali-wali Allah, orang-orang yang beriman dan bertakwa (QS.Yunus: 62-64)
3.      Orang yang istiqamah dalam menghamba (QS. Fushilat: 30)
4.      Pengikut kebaikan (QS. Az-Zumar: 17-18)
5.      Orang yang beriman, berhijrah dan berjihad (QS. At-Taubah: 20-21)
6.      Orang yang mengindahkan peringatan Allah (QS. Yasin: 11)
7.      Mu’min (QS. Al-Ahzab: 45-47)
8.      Syuhada (Ali Imran: 169)
9.      Orang yang berjual beli dengan Allah (QS. At-Taubah: 111)
10.  Orang yang sabar (QS. Al-Baqarah: 155-157)
11.  Orang yang khusyu dalam shalat, menjauhi hal yang sia-sia, muzaki, menjaga farji, amanah (QS. Al-Mu’minun: 1-11)
12.  Muslim-muslimah yang taat, jujur, sabar, khusyu, bershadaqah, berpuasa, menjaga farj, rajin berdzikir (QS. Al-Ahzab: 35)
13.  Orang yang bertaubat, memuji Allah, melawat, sujud, amar ma’ruf nahi munkar, memelihara hokum-hukum Allah (QS. At-Taubah: 112)
14.  Orang yang berinfaq saat lapang/sempit, menahan amarah, pemaaf, istighfar (QS. Ali Imran: 133-136).
15.  Beriman dan berjihad (QS. Ash-Shaf: 10-13)
16.  Orang yang takut kepada Allah (QS. Ar-Rahman: 46)
17.  Orang yang menahan hawa nafsu (QS. An-Naziat: 40-41)

Kesimpulannya adalah, kabar gembira ini adalah bagi mereka yang beriman, bertakwa, dan beramal ikhlas sesuai petunjuk Rasulullah saw.

Allaahumma innaa nas’aluka ridhooka wal jannah, wa na’uudzubika min sakhootika wa-nnaar…Yaa Allah kami memohon keridhoan-Mu dan surga, dan kami berlindung dari murka-Mu dan neraka…Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar